Rabu, 12 Agustus 2015

Contoh Naskah Drama Teater : Bendera Sang Merah Putih



Judul : Bendera Sang Merah Putih
Tema : Patriotisme
Pemeran
·         Rosyidi Sharul sebagai Kakek
·         Kartika Putri sebagai Marni ( Ibu Riana)
·         Yek Zen sebagai Sukirman ( Ayah Riana)
·         Cici Amalia sebagai Riana
·         Baiq Ressa Puspita sebagai Nami
·         Kaloka Galih sebagai Dilan
·         Rama Satria sebagai Budi
·         M.Kharisma sebagai Toni
Latar
1.      Tempat : SMA Negeri 1 Selong, Rumah Riana
2.      Waktu : Pagi, Siang, Sore, dan Malam
3.      Suasana: Menegangkan, mengharukan, menghibur dll.

Sinopsis
      Riana memiliki seorang Kakek yang dimana kakek ini adalah seorang mantan pejuang 45, Riana beserta keluarganya yang merasa malu terhadap kelakukan si Kakek yang selalu mengistimewakan bendera merah putih akhirnya angkat bicara dan terjadilah percecokan antara kakek dan keluarga Riana. Namun, berkat peristiwa itu, Riana menjadi tersadar akan kerasnya perjuangan sang Kakek dalam merebut merah putih dari penjajah.










BABAK 1
 Segerombol pasukan Belanda berjaga dengan senapan di sisi kiri, dan para pejuang Indonesia dengan berbekal bambu runcing di sebelah kanan panggung. Peristiwa yang memperlihatkan ketika di robeknya bendera biru Belanda yang hanya menyisakan warna merah putih.
Prajurit  1 :“ Rebut merah putih!!!”
Prajurit Indonesia : “ Serbu!!!!!”
Terjadi perang sengit antara indoensia dengan belanda.
Prajurit 2 : “Allahu Akbar !!!”
Warna biru Bendera Belanda dirobek, yang menyisakan sang merah putih.
BABAK 2
Taman SMA Negeri 1 Selong. Riana tengah melamun sambil membolak balik bukunya tak tentu.
Budi : “ Hy I’m MISTER SIMPLE “
Budi : “ Eh Riana, lagi sendirian aja nih, boleh gabung dong “
Riana : “ Silahkan aja”
Nami  dan Dilan : “ Cieeee yang lagi kencan” duduk bersama Riana dan Budi.
Riana : “ Kalian apaan sih, kami cuma ngobrol aja kok”
 Nami : “ Ri....kamu kenapa sih kok kayaknya dari tadi pagi mukamu murung  mulu?”
Dilan :” iya nih kenapa?”
Riana : “ Aku lagi merenung tentang sejarah kemerdekaan Indonesia yang kakek aku ceritakan dulu”
Budi :” Ooo jadi intinya kamu galau karena masa lalu...udalah yang lalu biarkan berlalu aja,mending kayak aku ini happy polevah”
Nami :” Iya Ri...mending kita nonton Anime aja yuk, ada yang baru nih”
Riana: “ Kalian pernah mikir nggak sih, kita para generasi muda yang sekarang ini udah melupakan bangsa kita sendiri? Melupakan, bagaimana perjuangan para pahlawan yang udah berjuang buat ngambilin kita kemerdekaan dari para penjajah? Kalian mikir tidak sih, memangnya kita tau apa tentang bangsa kita? Siapa saja pahwlawan kita? Semua?!”
Nami :” Kalok aku sih taunya Soekarno doang..Bapak Proklamator....yang lain aku mah taunya Sanada Yukimura, Date Masamune yang di Sengoku Bsara gitu aduuuh ganteng nya!!”
Budi :” kalok dipikir-pikir lagi, kamu bener juga sih Ri”
Riana: “ Aku pengen cerita”
Dilan :” tentang apa?”
Riana :” Kejadiannya beberapa hari lalu, kejadian ini yang bikin aku sadar kalau aku ternyata neggak pernah peduli dan ingin tau dan menghargai bangsa ku sendiri”
BABAK 3
Di halaman rumah kakek sedang asyik menyeruput kopi panasnya.
Marni: “ Pak, ini sudah ibu seterika kan Benderamu “
Kakek : “ Terima kasi Mar . O iya Mar, besok tanggal berapa ya?”
Marni: “Tanggal 13 Agustus pak, kenapa? Mau memasang bendera lagi di depan rumah?”
Kakek ;” Iya, kan sebentar lagi 17 Agustus”
Marni : “Aduh Bapakku....sudah berapa kali Marni bilangin pak, jangan masang bendera jauh-jauh hari, masang benderanya pas  17 Agustus nanti aja, malu tau nggak sih sama orang-orang kampung rumah kita selalu aja beda sendiri”
Kakek :” Kamu itu Mar, pendapat orang aja yang di pikirkan, sudah! Pokoknya Bapak mau masang bendera lagi besok, titik”
Marni :” (mendengus kesal) “
Keesokan harinya
 Kakek manaikkan Bendera di depan rumahnya dengan menggunakan sebuah bambu yang berukuran sekitar 5 meter di pagi harinya.
Riana : “ Kek baru selesai menaikkan bendera ya?”
Kakek :” iya cu, kamu rupanya Ton, kapan datang?”
Toni :” Baru saja kek,o iya kakek saya titip salam buat Kakek”
Kakek :” Iya saya terima salamnya”
Ketiganya kemudian duduk di teras dan mengobrol bersama, hingga kemudian hujan pun turun.
Kakek :” Astaga benderaku, sebentar ya cu, kakek mau nurunin bendera dulu, kasihan kalau di biarkan kehujanan”
Toni :” Riana,kakek kamu lucu ya, sayang sama benderanya kayak sayang sama seorang istri saja hahaha”
Riana : “He he.... iya beliau memang orangnya seperti itu”.
BABAK 4
Ruang  keluarga.
Riana :” Ibu kenal Pak Hamid, kakek Toni? Dia juga pejuang angkatan 45. Dulu katanya pernah berjuang bersama kakek. Tapi orangnya sederhana saja ya Bu. Tidak pernah menunjukkan atau memamerkan dirinya kalau dia dulunya seorang  mantan pejuang”
Kakek :” Hamid itu  tentara tapi tidak pernah ikut perang, dia itu tugasnya kan di bagian logistik. Jadi tahu ya cuma makanan saja. Bilang sama Toni, temenmu itu, kalau kakeknya tentara yang takut sama bedil”
Riana: “ Kakek! Apa kakek tidak sadar kelakuan kakek tadi siang itu membuat aku malu sama si Toni. Bendera lusuh kayak gitu aja di perlakukan seperti tuan putri! Toh nantinya  tidak akan kakek bawa sampai kubur”
Kakek : “ ya terserah kakek dong “
Sukirman:”Tapi perkataan Riana ada benarnya juga Pak, Bapak lama-lama memperlakukan bendera seperti memperlakukan benda keramat saja, lebih baik kan Bapak menghabiskan waktu dengan lebih banyak ibadah kepada yang di atas”
Marni:” Yah Mas percuma kamu ngomong sama si Bapak toh dia nggak balakan menderangrkan ucapan kita walaupun kita peringatkan berkali-kali yang ada di pikirannya itu  kan cuma bendera, itu- itu saja”
Sukirman : “ Pak saya juga lama-lama lihat Bapak kok makin tidak terkendali ya memperlakukan Bendera itu, nanti bisa bisa orang sekampung mengira Bapak tidak waras lagi Pak”
Kakek : “ Kamu ngawur ya man, kamu kira pikiranku ini sudah konslet, begitu? Kamu memang tidak pernah ikut berjuang merebut negara dari penajaja, mangkanya kamu ndak bisa merasakan bagaimana rasanya merdeka dari penjajahan. Dulu kami harus mempertaruhkan hidup mati kami demi memerdekakan Bangsa ini, semua kami kerahkan hingga titik darah penghabisan”
Sukirman :” Iya Pak saya ngerti. Kita boleh cinta kepada negara dan bendera, tapi ya jangan sampe berlebihan seperti itu, saya lihat Bapak mulai berlebihan dalam memperlakukan Bendera, saya takut kalau.......”
Kakek :” Kenapa? Kamu takut aku mulai gila begitu? Itu kan yang ada di kepalamu?
Sukirman :” Maaf bukan itu yang saya maksud.Lebih baik sekarang bapak duduk dulu.
Kakek :” Ah apa-apan kamu ini Man!”
Sukirman :”Saya khawatir kalau bapak mulai mengeramatkan bendera, itu kan syirik”
Kakek : “ Loh-loh kamu makin ngawur ngomonya, menuduh aku musyrik. Dengar Man, untuk merebutkan bendera merah putih ini, ndak gampang, banyak temanku yang mati, mati Man, dibunuh sama penjajah. Teman-temanku harus mati karena mereka cuma mau mengibarkan selembar kain merah putih. Kalau aku memperlakukan bendera ini dengan istimewa, bukan berarti aku menganggapnya keramat, apalagi menyembahnya, itu salah besar !!”
Sukirman  :” Lalu kenapa setiap tangga 17 Agustus bapak selalu bersujud kemudian berdoa sambil mendekap bendera?”
Kakek :” Setiap melihat merah putih aku selalu bersyukur kepada Allah karena masih diberi kesempatan untuk mengibarkannya sepuas hatiku tanpa rasa takut harus dibunuh musuh. Demi Allah, untuk bendera juga aku harus membunuh sesama manusia, membunuh saudara-saudaraku sebangsa yang pernah berjuang bersama-sama melawan penjajah, seperti pemberontak RMS, APRA....”
Kakek : “Bahkan tanganku ini harus membunuh pemberontak DI/TII. Padahal mereka adalah saudara-saudara yang sekaidah denganku. Mereka harus kubunuh hanya karena ingin mengganti merah putih dengan bendera mereka...!!  Kalian semua yang ada disini, marni, kasim, dan riana, kalian seharunya berterima kasih....berterimakasih atas perjuangan kami...bukannya malah menunjukkan rasa malu karena aku sering mengibarkan bendera ini, menyayangi bendera ini.  Kalian seharunya malu karena kalian telah melupakan perjuangan para pahlawan kalian yang telah berusaha merebut kemerdekaan untuk Indonesia.”
Kakek : “ Oya aku lupa sesuatu aku lupa kalau kemerdekaan yang telah kami rebut untuk indonesia saat ini telah memudah, kalian semua kerjanya hanya berpoya-poya, yang tua, apa lagi yang muda sudah tidak mau memandang negeri sendiri, yang di taunya hanya negeri orang. Tidak pernah mau memandang atau pun peduli kepada saudara-saudaranya yang tidak seberuntung mereka, Kemana? Kemana? Kemerdekaan yang kami rebut atas nama merah putih? Bukan kalian yang malu, tapi aku yang kecewa”
Kakek ;” Ingat...ingat perkataanku yang satu ini, kemerdekaan yang kalian rasakan saat ini, tak lain dan tak bukan merupakan hasil pengorbanan kami, dan seharusnya yang melanjutkan perjuangan kami adalah KALIAN!!!!”

BABAK 5
Taman sekolah
Merenung....
Budi : “ Aku merinding”
Riana :”  Aku juga jadi tersadar sama kata-kata kakekku”
Nami : “Ternyata pejuang indonesia, lebih hebat dari pada Sanada Yukimura, walaupun kalah ganteng “
Dilan :” Kalau dipikir-pikir, apa yang kakek kamu katakan itu sangatlah benar, kemerdekaan yang kita rasakan sekarang tidak lepas dari pengorbanan para pahlawan kita. Aku jadi malu, aku kan sering bolos kalau lagi upacara bendera, padahal di sanalah kita mestinya menumbuhkan pasa patriotisme kita, dan menghormati bendera merah putih yang di perjuangkan dengan begitu kerasnya.”
Nami: “Kalau begitu, ayo kita janji... Mulai detik ini, kita semua yang ada di sini harus lebih mencintai bangsa kita sebagai penghargaan terhadap perjuangan pejuang kita yang sudah merebut merah putih dan kemerdekaan dari para penjajah”
Budi :” Nam, tumben kata-katamu bijak sekali ?”
Nami : “ Setuju nggak nih ?“
Dilan dan riana :” Setuju!!”
Riana :” Eh sepertinya bapak sudah misscall aku nih, aduh pulsa habis lagi”
Budi :” tenang biar aku yang telepon, mana nonmernya?”
Budi :” halo pak sukirman?
ORANG1:” Sudirman saya, sudirman saya”
Budi :” bu? Bu? Salah sambung maaf”
Riana : “ Halo Assalamualaikum pak, ada apa?
Kasim : “Ri, kamu lagi dimana?”
Riana :” Riana masih di sekolah pak, bentar lagi pulang kok?”
Kasim :” Kamu pulang sekarang ya kakekmu sudah pulang dari rumah sakit,juga ada berita penting, jangan banyak tanya nanti bapak jelasin di rumah”
Riana “ Iya pak”
Riana :” Temen-temen aku harus pulang sekarang, bapakku minta aku buat pulang katanya ada berita penting”
Nami :” Kalau begitu kami ikut ya?”
Riana :” Ya sudah ayo “
BABAK 6
Kakek,ibu, bapak, menunggu dihalaman rumah.
Ibu:” Kamu sudah pulang ri, sini ikut ibu sebentar “
Riana :” Sebenarnya ada berita apa sih bu?kok kayaknya penting sekali”
Marni:” Begini nak, penyakit kakekmu sepertinya sudah tidak bisa di sembuhkan lagi, kata dokter umurnya sudah tidak panjang lagi”
Riana:” Apa bu?”
Kakek :” Riana, marni...ayo kesini. Kalian semua pasti teman sekolah Riana kan?”
SEMUA :” IYA KEK, SAYA BUDI, INI NAMI DAN DISEBELAH SAYA DILAN”
Kakek :” Kakek ingin minta tolong sama kalian. Kallian lihat sendiri kan, kakek sudah....sudah encok. Sebagai mantan pejuang kakek minta pada kalian tolong jaga bangsa ini dengan segenap hati kalian, majukan bangsa ini dengan prestasi-prestasi gemilang kalian, lanjutkanlah perjuangan kami untuk terus menjaga kemerdekaan indonesia. Kan nggak sampe mati juga kalau cuma mau mengibarkan bendera, tidak seperti kami dulu yang harus bertaruh nyawa. Maka dari itu, kakek minta tolong sekali saja kalian kibarkan bendera ini untuk kakek”
Sukirman :” Ayolah nak, turuti saja....ayo...”
Kakek :” Ya Allah...indah aku pandang sang merah putih bendera kami yang berkibar di langitmu. Aku mohon jagalah bendera kami, agar tetap dapat berkibar untuk perjuangan kami dimasa lalu dan untuk kemerdekaan anak cucu kami sekarang maupun di amasa yang akan datang...merdeka”(Berkata dalam hati)
Setelah Sang Merah Putih mencapai puncaknya di langit yang biru, Kakek pergi selama-lamanya dengan rasa hormat pada bendera dan syukur kepada Allah SWT.
HANTU PAHLAWAN : “ Ayo kamu juga adalah seorang pejuang, saatnya engkau bergabung bersama kami, sudah saatnya kita menyerahkan bangsa ini kepada mereka generasi muda bangsa”


SELESAI



                  





Analisis Kutipan Cerpen Bengkel Buyung



ANALISIS CERPEN BENGKEL BUYUNG

A.    STRUKTUR
1.      Orientasi
Bagian orientasi pada Cerpen Bengkel Buyung terdapat pada bagian sebagai berikut.
 .......
Tiba-tiba Buyung melihat seorang sudah tua tampak kecapaian menuntun sepedanya. Timbul perasaan iba di hati Buyung.” Kenapa Pak? Tegur Buyung sambil berjalan mendekati. Pak Tua itu menoleh ke arah Buyung dan berhenti seraya mengusap keringat di wajahnya. “ Ini Nak, sepedanya putus rem,” jawab Pak Tua itu setelah Buyung mendekat.
“ Rem yang mana? Depan atau Belakang?”tanya Buyung
“ Yang belakang, Nak, Kalau rem depannya memang tidak ada.”
“Oohhh....” guman Buyung pendek menganggukkan kepala.
“ Bisa tolong perbaiki Nak?” tanya Pak Tua itu kemudian.
“ Bisa Pak!” jawab buyung cepat.
“ Mari, Pak, bawa ke beranda rumahku.”
Segera bapak tua itu menuntun sepedanya mengikuti langkah Buyung.
“ Bapak dari mana?” tanya Buyung sambil membuka rem yang putus.
 “ Dari Lebak menjenguk cucu sakit”
“ Bapak tinggak di desa seberang ya?”
“ Ya, rumah Bapak paling ujung, Catnya berwarna bitu muda, ada pohon mangganya di samping pagar,” jelas Pak tua itu. Sementara Buyung terus asyik memperbaiki rem sepeda itu dengan semangat.
“ Nah selesai Pak. Cuma hati-hati, tidak boleh di bawa mengerem mendadak. Sebab ini ada sambungannya.” Tutur Buyung seraya melap tangannya dengan kain perca.Bapak tua itu mencoba daya kerja rem yang baru di perbaiki Buyung.
“ Terimakasih, Nak,” ucap Pak Tua itu.” Dan ini terimalah,” tangan Pak Tua itu terjulur ke hadapan Buyung memberikan uang dua lembar ratusan.
“ Tidak usah, Pak” tukas Buyung cepat.
“ Saya hanya menolong saja.”
“ Bapak tahu. Tapi sekadar buat uang jajanmu,” paksa Pak Tua itu menggenggamkan uang tadi ke telapak tangan Buyung. “ Nah, sampai ketemu lagi, Nak.”
.
2.      Komplikasi
Bagian Kompliskasi pada  cerpen Bengkel Buyung terlihat pada bagian cerita sebagai berikut.

Bapak Tua itu bergegas mengayuh sepedanya. Setelah Pak Tua itu tidak terlihat lagi, Buyung kembali membenahi alat-alat sepedanya. Ada perasaan bangga tumbuh di hati Buyung. Selesai itu Buyung memandangi uang pemberian Pak tua tadi. Matanya berbinar menyala. Terbayang satu keceriaan di wajah Buyung.” Akh, kalau begitu aku akan membuka bengkel sepeda.”
Dan atas persetujuan Emak dan Abah, keesokan harinya di rumah Buyung terpampang satu papan nama dengan tulisan: DI SINI TEMPAT MEMPERBAIKI SEPEDA.B uyung telah menyediakan alat-alat yang di perlukan dengan rapi. Dengan terlebih dahulu di bersihkannya.
Pada hari pertama saja ada tiga buah sepeda yang harus di perbaiki oleh Buyung.
Ada yang menganti jari-jarinya. Ada yang menukar garpu stang dan ada juga yang memperbaiki peleknya. Begitu pun hari-hari selanjutnya, ada saja orang yang datang untuk menyuruh memperbaiki sepedanya. Hingga tiap pulang sekolah Buyung selalu punya kesibukan. Waktu-waktu Buyung jadi benar-benar bermanfaat.

3.       Evaluasi
Tahap evaluasi atau tahap diamana cerita mendekati penyelesain pada cerpen Bengkel Buyung tergambar pada bagian di bawah ini.

Sampai pada suatu hari sebelum Pak Amat datang. Buyung telah berhasil mengumpulkan sebanyak empat ribu lima ratus rupiah, dari hasil bengkelnya. Berarti ia telah dapat melunasi uang sekolahnya yang tiga bulan itu sebesar tiga ribu rupiah.
“ Bah, ini uang tabungan Buyung dari hasik membuka bengkel,” ucap Buyung malam harinya.
Abah memperhatikan wajah Buyung dalam-dalam.
“Besok Buyung membayar uang sekollah ya, Bah?” ujar Buyung lagi. Tapi Abah masih membisu

4.      Resolusi
Resolusi atau tahap penyelesain dari cerpen Bengkel Buyung terlihat pada bagian sebagai berikut.

Dan satu keharuan muncul di hati Abah manakala ia menganggukkan kepalanya. Begitu dengan Emak, matanya berkaca-kaca diimbau perasaan. Buyung kemudian mendekti Abah yang memanggilnya.
“ Ya, Bah.” Suara Buyung pelan sambil menundukkan kepala.
Abah mengelus-elus kepala Buyung. Setelah berbisik Abah berkata ke telinga Buyung,” Kau anak yang baik Buyung, anak yang tidak mengecewakan orang tua. Abah kagum akan perbuatanmu.” Abah berhenti sebentar.” Tadi siang juga Abah baru menjual hasil kebun singkong kita. Maka Abah rasa kita tak perlu lagi untuk menjual.....”
“ Abah....” potong Buyung seraya menghamburkan diri ke pangkuan Abah.
“ Ya, Abah membatlakan perjanjian dengan Pak Amat,” lanjut Abah membuat Buyung tidak dapat menahan air matanya.Buyung tidak dapat menahan perasaan bahagianya. Sedang Emak tersenyum haru melihat hal itu. Senyum kebanggaan untuk anaknya yang cerdik dan tabah. Si Bungsu dari dua orang anaknya. Buyung, harapan Emak sesudah Endah jauh di bawa suaminya. Buyung yang mau menggunakan pikirannya dalam menghadapi kesulitan.

5.      Koda
Bagian koda atau dikenal dengan penutup pada cerpen Bengkel Buyung terlihat pada klimat

Kemudian Abah dan Emak berpandangan, mereka berdua saling tersenyum.
B.     Unsur Instrinsik
1.      Tema
Kutipan cerpen Bengkel Buyung Bercerita tentang seorang anak yang membuka bengkel sepeda untuk membantu orang tuanya melunasi uang sekolah.
2.      Latar
-          Latar Tempat: Pada cerpen Bengkel Buyung mengambil tempat:
a.       Jalanan, hal ini tampak pada penggalan cerita ketika Buyung melihat seorang pak tua tampak kecapaian menuntun sepedanya.
b.      Beranda Rumah, latar ini terlihat saat Buyung menwarkan pak tua itu untuk di perbaiki sepedanya dan membawa sepeda tersebut ke beranda rumah Buyung.
“ Bisa Pak!” jawab buyung cepat.
“ Mari, Pak, bawa ke beranda rumahku.”
Segera bapak tua itu menuntun sepedanya mengikuti langkah Buyung.
c.       Bengekel Sepeda, latar tempat ini ada setelah Buyung mendirikan bengkel sepedanya sendiri atas pesetujuan dari Emak dan Abah.
Dan atas persetujuan Emak dan Abah, keesokan harinya di rumah Buyung terpampang satu papan nama dengan tulisan: DI SINI TEMPAT MEMPERBAIKI SEPEDA.
-          Latar Suasana
a.    Melelahkan: hal ini dapat di lihat dari kutipan cerpen “Tiba-tiba Buyung melihat seorang sudah tua tampak kecapaian menuntun sepedanya”
b.     Bahagian: hal ini telihat pada kutipak cerpen “Matanya berbinar menyala. Terbayang satu keceriaan di wajah Buyung.
c.    Mengharukan: hal ini tergambar pada kutipan cerpen ““ Abah....” potong Buyung seraya      menghamburkan diri ke pangkuan Abah.
“ Ya, Abah membatlakan perjanjian dengan Pak Amat,” lanjut Abah membuat Buyung tidak dapat menahan air matanya.
-          Latar Waktu
a.       Malam hari, hal ini dapat dilihat dari kutipan cerpen “ Bah, ini uang tabungan Buyung  dari hasik membuka bengkel,” ucap Buyung malam harinya.
b.      Siang hari, latar waktu ini terlihat pada kutipan cerpen “Hingga tiap pulang sekolah Buyung selalu punya kesibukan.”
3.      Tokoh/ Penokohan
a.       Buyung, Buyung adalah anak yang suka menolong orang, sifat ini terlihat ketika Buyung menolong Pak tua yang sepedanya rusak dengan cara memberbaiki rantai sepeda Pak tua yang putus itu. Dan Buyung jugA adalah anak yang tabah dan cerdik terlihat dari kutipan cerpen “Senyum kebanggaan untuk anaknya yang cerdik dan tabah”. Buyung juga adalah anak yang mandiri karena sudah bia mencari uang sendiri
b.      Ibu, karakter ibu adalah seorang yang pengertian terlihat dari perilaku ibu ketika ia mengizinkan Buyung untuk membuka bengkel sepedanya sendiri sebagai perwujudan kecerdikan anaknya.
c.       Bapak, bapak memiliki sifat pengertian seperti ibu yang mengizinkan Buyung membukan bengkel sepedanya sendiri. Bapak juga adalah orang yang penyayang terlihat saat ia mengelus elus kepala Buyung dan merasa sangat bangga kepada anaknya yang sudah mampu mencari uang sendiri.
4.      Sudut Pandang
Sudut pandang  yang di gunakan dalam cerpen Bengkel Buyung adalah sudut pandang serbatahu. Pada kutipan cerpen Bengkel buyung pengarang berperan sebagai pengamat yang mengetahui seluk beluk kehidupan tokoh utama namun dia sama sekali tidak terlibat di dalamnya.
5.      Alur
Alur cerita dalam cerpen Bengkel Buyung menggunakan alur maju atau progresif, karena pada cerpen Bengkel Buyung peristiwa-peristiwa yang ada terjadi secara bertahap dari tahap pengenalan hingga taham penyelesaian cerita.
6.      Amanat
Pada cerpen Bengkel Buyung ada beberapa amanat atau pesan yang dapat kita ambil seperti,
a.       Jika ada seorang yang sedang kesulitan hendaknya kita membantunya apabila kita merasa mampu.
b.      Kita seharusnya bisa mandiri sedari sekarang dengan cara menghasilkan uang sendiri dari ide-ide yang kita miliki, juga untuk mengurangi beban orang tua.
7.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang ada di cerpen Bengkel Buyung menggunakan gaya bahasa yang mudah dimengerti atau sering di sebut gaya bahasa literal yaitu  bahasa yang tidak menyimpang dari arti sebenarnya atau gaya bahasa yang mudah di pahami.

C.     Unsur Ekstrinsik
1.      Nilai dalam karya Sastra
a.       Nilai Moral, yaitu nilai kehidupan yang berkaitan dengan ahlak atau budi pekerti. Nilai moral cerpen Bengkel Buyung dapat dilihat dari,
Senyum kebanggaan untuk anaknya yang cerdik dan tabah. Si Bungsu dari dua orang anaknya. Buyung, harapan Emak sesudah Endah jauh di bawa suaminya. Buyung yang mau menggunakan pikirannya dalam menghadapi kesulitan.”
Nilai moral yang tersirat dari penggalan diatas adalah seorang anak yang mampu mandiri dengan memanfaatkan keagliannya untuk membantu kesulitan yang dialami dalam keluargany yaitu kesulitan ekonomi.
b.      Nilai Sosial . merupakan nilai kehidupan yang berkaitan dengan norma atau aturan dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai sosial yang ada dalam Cerpen Bengkel Buyung adalah sebagai berikut.
Tiba-tiba Buyung melihat seorang sudah tua tampak kecapaian menuntun sepedanya. Timbul perasaan iba di hati Buyung.” Kenapa Pak? Tegur Buyung sambil berjalan mendekati. Pak Tua itu menoleh ke arah Buyung dan berhenti seraya mengusap keringat di wajahnya. “ Ini Nak, sepedanya putus rem,” jawab Pak Tua itu setelah Buyung mendekat.
“ Rem yang mana? Depan atau Belakang?”tanya Byung
“ Yang belakang, Nak, Kalau rem depannya memang tidak ada.”
“Oohhh....” guman Buyung pendek menganggukkan kepala.
“ Bisa tolong perbaiki Nak?” tanya Pak Tua itu kemudian.
“ Bisa Pak!” jawab buyung cepat.
“ Mari, Pak, bawa ke beranda rumahku.”
Nilai sosial yang dapat kita ambil dari kutipan cerpen diatas adalah kita harus saling menolong sesama umat manusia, apabila ada orang yang membutuhkan pertolongan walaupun tidak kita kenal, atau bahkan tidak diminta setidaknya kita menolong jika mempu.