Suku Toraja yang ada sekarang ini bukanlah suku asli, tapi merupakan suku pendatang. Menurut kepercayaan atau mythos yang sampai saat ini masih dipegang teguh, suku Toraja berasal dari khayangan yang turun pada sebuah pulau Lebukan.
Kemudian secara bergelombang dengan menggunakan perahu mereka datang ke Sulawesi bagian Selatan. Di pulau ini mereka berdiam disekitar danau Tempe dimana mereka mendirikan perkampungan. Perkampungan inilah yang makin lama berkembang menjadi perkampungan Bugis. Diantara orang-orang yang mendiami perkampungan ini ada seorang yang meninggalkan perkampungan dan pergi ke Utara lalu menetap di gunung Kandora, dan di daerah Enrekang. Orang inilah yang dianggap merupakan nenek moyang suku Toraja.
Sistim pemerintahan yang dikenal di Toraja waktu dulu adalah sistim federasi. Daerah Toraja dibagi menjadi 5(lima) daerah yang terdiri atas :
1. M a k a l e
2. Sangala
3.Rantepao
4. Mengkendek
5. Toraja Barat.
Daerah-daerah Makale, Mengkendek, dan Sangala dipimpin masing-masing oleh seorang bangsawan yang bernama PUANG. Daerah Rantepao dipimpin bangsawan yang bernama PARENGI, sedangkan .daerah Toraja Barat dipimpin bangsawan bernama MA'DIKA.
Didalam menentukan lapisan sosial yang terdapat didalarn masyarakat ada semacam perbedaan yang sangat menyolok antara daerah yang dipimpin oleh PUANG dengan daerah yg dipimpin oleh PARENGI dan MA'DIKA. Pada daerah yang dipimpin oleh PUANG masyarakat biasa tidak akan dapat menjadi PUANG,. sedangkan pada daerah Rantepao dan Toraja Barat masyarakat biasa bisa saja mencapai kedudukan PARENGI atau MA'DIKA kalau dia pandai. Hal inilah mungkin yang menyebabkan daerah Rantepao bisa berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan yang terjadi di Makale.
Kepercayaan.
Di Tana Toraja dikenal pembagian kasta seperti yang terdapat didalam agama Hindu-Bali. Maka mungkin karena itulah sebabnya kepercayaan asli suku Toraja yaitu ALUKTA ditetapkan pemerintah menjadi salah satu sekte dalam agama Hindu Bali. Kasta atau kelas ini dibagi menjadi 4 (empat) :
1. Kasta Tana' Bulaan
2. Kasta Tana' Bassi1.
3. Kasta Tana’Karurung
4. Kasta Tana' Kua-kua
Adat Istiadat.
Toraja sangat dikenal dengan upacara adatnya. Didalam menjalankan upacara dikenal 2 ( dua ) macam pembagian yaitu:
Upacara kedukaan disebut Rambu Solok.
Upacara ini meiiputi 7 (tujuh) tahapan, yaitu :
a. Rapasan
b. Barata Kendek
c. Todi Balang
d. Todi Rondon.
e. Todi Sangoloi
f. Di Silli
g. Todi Tanaan.
Upacara kegembiraan disebut Rambu Tuka.
Upacara ini juga meliputi 7 (tujuh) tahapan, yaitu
a. Tananan Bua’
b. Tokonan Tedong
c. Batemanurun
d. Surasan Tallang
e. Remesan Para
f. Tangkean Suru
g. Kapuran Pangugan
Karena mayoritas penduduk Suku Toraja masih memegang teguh kepercayaan nenek moyangnya (60 %) maka adat istiadat yang ada sejak dulu tetap dijalankan sekarang. Hal ini terutama pada adat yang berpokok pangkal dari upacara adat Rambu Tuka’ dan Rambu Solok. Dua pokok inilah yang merangkaikan upacara-upacara adat yang masih dilakukan dan cukup terkenal. Upacara adat itu meliputi persiapan penguburan jenazah yang biasanya diikuti dengan adu ayam, adu kerbau, penyembelihan kerbau dan penyembelihan babi dengan jumlah besar. Upacara ini termasuk dalam Rambu Solok, dimana jenazah yang mau dikubur sudah di simpan lama dan nantinya akan dikuburkan di gunung batu. Akan hal tempat kuburan ini, suku Toraja mempunyai tempat yang khusus., Kebiasaan mengubur mayat di batu sampai kini tetap dilakukan meskipun sudah banyak yang beragama Katholik, Kristen. Hanya yang sudah beragama Islam mengubur mayatnya dalam tanah sebagaimana lazimnya. Seluruh upacara dalam rangkaian penguburan mayat ini memerlukan biaya yang besar. Itu ditanggung oleh yang bersangkutan disamping sumbangan-sumbangan. Besar kecilnya upacara mencerminkan tingkat kekayaan suatu keluarga. Kriterianya diukur dari jumlah babi dan kerbau yang dipotong disamping lamanya upacara. Untuk kaum bangsawan upacara itu sampai sebulan dan hewan yang dipotong mencapai ratusan. Belum lagi biaya (lainnya) yang banyak, sekalipun dirasakan berat tetapi lambat laun dari masalah adat telah berubah menjadi masalah martabat.
Perkembangan Rumah Adat Toraja.
Rumah Adat Suku Toraja mengalami perkembangan terus sampai kepada rumah yang dikenal sekarang ini. Perkembangan itu meliputi penggunaan ruangan, pemakaian bahan, bentuk, sampai cara membangun. Sampai pada keadaannya yang sekarang rumah adat suku Toraja berhenti dalam proses perkembangan. Sekalipun begitu, sejak asalnya rumah adat ini sudah punya ciri yang khas. Ciri ini terjadi karena pengaruh lingkungan hidup dan adat istiadat suku Toraja sendiri. Seperti halnya rumah adat suku-suku lain di Indonesia yang umumnya dibedakan karena bentuk atapnya, rumah adat Toraja inipun mempunyai bentuk atap yang khas. Memang mirip dengan rumah adat suku Batak, tetapi meskipun begitu rumah adat suku
Toraja tetap memiliki ciri-ciri tersendiri.
1. Pada mulanya rumah yang didirikan masih berupa senacam pondok yang diberi nama Lantang Tolumio. Ini masih berupa atap yang disangga dangan dua tiang + dinding tebing (gambar 1).
2. Bentuk kedua dinamakan Pandoko Dena. Bentuk ini biasa disebut pondok pipit karena letak-nya yang diatas pohon. Pada prinsipnya rumah ini dibuat atas 4 pohon yang berdekatan dan berfungsi sebagai tiang. Hal pemindahan tempat ini mungkin disebabkan adanya gangguan binatang buas (gambar 2) .
3. Perkembangan ketiga ialah ditandai dengan mulainya pemakaian tiang buatan. Bentuk ini memakai 2 tiang yang berupa pohon hidup dan 1 tiang buatan. Mungkin ini disebabkan oleh sukarnya mencari 4 buah pohon yang berdekatan. Bentuk ini disebut Re'neba Longtongapa (gambar 3).
4. Berikutnya adalah rumah panggung yang seluruhnya mempergunakan tiang buatan. Dibawahnya sering digunakan untuk menyimpan padi (paliku), ini bentuk pertama terjadinya lumbung. (gambar 4) .
5. Perkembangan ke~5 masih berupa rumah pangqung sederhana tetapi dengan tiang yang lain. Untuk keamanan hewan yang dikandangkan dikolong rumah itu. tiang-tiang dibuat sedemikian ru pa sehingga cukup aman. Biasanya tiang itu tidak dipasang dalam posisi vertikal tetapi merupakan susunan batang yang disusun secara horisontal (gambar 5).
6. Lama sesudah itu terjadi perobahan yang agak banyak. Perubahan itu sudah meliputi atap, fungsi ruang dan bahan. Dalam periode ini tiang-tiang kembali dipasang vertikal tetapi dengan jumlah yang tertentu. Atap mulai memakai bambu dan bentuknya mulai berexpansi ke depan (menjorok). Tetapi garis teratas dari atap masih datar. Dinding yang dibuat dari papan mulai diukir begitu juga tiang penyangga. Bentuk ini dikenal dengan nama Banua Mellao Langi, (Gambar 6).
7. Berikutnya adalah rumah adat yang dinamakan Banua Bilolong Tedon (Gambar 7). Perkembangan ini terdapat pada Lantai yang mengalami perobahan sesuai fungsinya.
8. Pada periode ini hanya terjadi perkembangan pada lantai dan tangga yang berada di bagian depan (gambar 8).
9. Pada periode ini letak tangga pindah ke bawah serta perubahan permainan lantai (gambar 9)
10. Banua Diposi merupakan nama yang dikenal untuk perkembangan kesembilan ini. Perubahan ini lebih untuk menyempurnakan fungsi lantai (ruang). (gambar 10).
11. Berikutnya adalah perobahan lantai yang menjadi datar dan ruang hanya dibagi dua.
Setelah periode ini perkembangan selanjutnya tidak lagi berdasarkan adat, tetapi lebih banyak karena persoalan kebutuhan
akan ruang dan konstruksi. Bagitu juga dalam penggunaan materi mulai dipakainya bahan produk mutakhir, seperti seng, sirap, paku, dan sebagainya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perkembangan yang terakhir merupakan puncak perkembangan dari rumah adat Toraja.
( berikut adalah contoh-contoh) RUMAH ADAT.
( contoh 1)
Nama Tempat : Garampak
Kampung : Marinding
D e s a : Kandora
Kecamatan : Mengkendek
1. Gambaran Umum.
Di kampung ini terdapat 3 rumah adat, 2 lurnbung dan 1 rumah tinggal biasa. Ketiga rumah adat itu yang satu merupakan rumah lama dan ditinggali oleh penghuninya, yang satu dalam rekonstruksi dan yang sebuah lagi dalam taraf pembangunan. Dalam peninjauan ini lebih dikhususkan pada rumah yang dikonstruksi yang menurut keterangan, dibuat kira-kira 100 tahun yang lalu.
2. Tata Letak.
Semua rumah mnghadap ke Utara, karena ada kepercayaan bahwa Utara merupakan lambang kehidupan. Sedang arah Selatan darimana timbul kehidupan (kelahiran) merupakan tujuan kemana setiap insan akan pergi (kenatian). Letak lumbung di karnpung ini tidak dapat tepat di depan rumah, lebih tepatnya agak disamping.
3. Perencanaan.
Direncanakan oleh tukang-tukang dan keluarga yang akan menempati rumah dengan dibantu beberapa tukang ukir. Cara pelaksanaan dengan sistim gotong-royong rakyat setempat.
a. Pembagian ruangan.
Ruangan rumah dibagi atas tiga bagian, dengan urutan dari Utara ke Selatan.
Ruang I : SALI, teimpat duduk, ruang tamu, entrance, dapur, termpat tidur anak,
Ruang II : INAN TENGA (SALI TENGA) , tempat tidur orang tua, ruang makan.
Ruang III: SUMBUNG, tempat tidur orang tua (nenek) dan orang-orang terhormat.
b. Ruangan-ruangan terletak dibagian atas rumah (panggung). Sedang dibagian bawah (kolong) dengan tiang-tiang merupakan kandang kerbau. Kandang babi terbuat terpisah dari rumah adat.
c. Fasilitas kamar mandi dan WC tidak ada, begitu juga dengan tempat cuci. Untuk keperluan ini penghuni harus pergi ke sungai terdekat.
d. Tangga masuk pada rumah adat ini banyak nengalami perubahan mulai letak di depan di kolong, sampai di samping. Pada rumah adat di desa ini tangganya berada di depan.
4. Struktur.
Struktur rumah terbuat dari kayu, keseluruhan elemennya saling kait mengkait sehingga menjadi kesatuan yang kaku dan berdiri diatas tiang-tiang. Tiang menumpu pada pondasi-yang berupa sebuah batu alam sebagai tumpuan tiang.
Konstruksi bangunan ini adalah tahan gempa & angin dalam arti kata tidak runtuh. Sebab seluruh bagian merupakan satu kesatuan yang diletakkan diatas batu begitu saja.
Untuk bangunan yang ditinjau ini tiangnya 9 buah termasuk Tulak Somba. Selebihnya adalah tiang pembantu yang dihubungkan dengan kasta-kasta ( menggambarkan struktur sosial Tana Toraja) Adapun stratifikasi sosial Tana Toraja yang berhubungan dengan rumah adat ialah :
- Tana Bulaan ( bulaan = emas ) jumlah tiang rumah 29 buah
- Tana Besi Jumlah tiang rumah 27 buah
- Tana Karuru ( Karuru = ijuk ) jumlah tiang rumah 25 buah
- Tana Kua-Kua ( Kua = tebu ) jumlah tiang rumah 23 buah.
5. Konstruksi.
a. materi bangunan.
hampir keseluruhan menggunakan bahan kayu. dimulai dari balok tiang, papan untuk dinding dan lantai. Untuk alas runah (pondasi) digunakan batu.
Jenis kayu yang digunakan tergantung dari persediaan. Jenis itu umumnya kayu Bunga, kayu Buangin (cemara) , kayu Kalapi/ Nangka, Cendana, kayu Beringin.
b. cara penyambungan
Untuk atap menggunakan sistim ikat (dengan rotan) dan jepit. Untuk balok-balokbanyak menggunakan sistim pen.
c. Atap.
Bahan dari bambu yang dibelah dan dirangkai menjadi bidang-bidang. Pengikat menggunakan rotan dan diantara lapisan bambu diberi ijuk. Untuk hubungan dipakai bambu belah-belah.
d. Dinding.
Menggunakan bahan papan yang biasa.nya penyelesaiannya diukir dibagian luarnya.
e. Tiang.
Dari balok yang raasih berupa pohon yang hanya diperhalus sedikit, lalu ditaruh begitu saja diatas batu.
f. Penyelesaian.
Untuk ukir-ukiran dicat yang dipakai ialah tanah merah + tuak, arang + cuka + air.
g. Lantai.
Dari papan, balok kecil yang dipasang saling bersilangan ditambah anyaman kayu.
h. Cara pembuatan.
Untuk mengukur kedataran (rata) dipakai perkiraan sejajar permukaan air. Untuk mengukur arah tegak dipergunakan pertolongan tali.
6. Kandang babi.
Bangunan sederhana dengan konstruksi bambu.
7. Lumbung.
Konstruksi sama dengan rumah, tapi strukturnya berbeda dan lebih sederhana. Jumlah tiang lebih sedikit dan tidak memakai tulak somba. Tiang biasanya berjumlah 4 atau 6 buah.
8. Ornamen/Hiasan bangunan.
Ornamen (hiasan bangunan) yang terdapat pada rumah-rumah adat sebagian besar mempunyai arti. Arti ini biasanya berhubungan dengan adat istiadat yang masih diipertahankan. Disamping itu ada pula yang hanya merupakan hiasan saja, misalnya :
Sumbang dan Katombe yang merupakan sirip-sirip kayu berukir pada tiap-tiap sudut rumah adat.
Ornamen (hiasan) ini dibagi dalam beberapa macam ornamen, masing-masing ialah :
a. Ornamen binatang
Kerbau, sebagai binatang yang sering disembelih dalam upacara-upacara, bagian- bagian badannya banyak dipergunakan untuk ornamen. Misalnya tanduk, kepala ( tiruannya). Selain itu motif kerbau juga ada dalam ukiran di dinding papan rumah adat. Kepala kerbau ( tiruan dari kayu ) biasanya dipasang pada ujung-ujung balok lantai bagian depan (pata sere).
Tanduk kerbau disusun pada tiang yang utama (tulak- sonba) artinya menyatakan jumlah generasi yang pernah tinggal di rumah adat itu.
Ayam jantan, sebagai lambang Kasta Tana’ Bulaan (kasatria) diukirkan pada bagian depan/belakang rumah, juga dipintu-pintu.
Babi, sebagai lambang binatang sajian.
b. Ornamen Senjata.
Keris dan pedang, diukirkan sebagai lambang Kasta Tana Bulaan (kasatria).
c. Ornamen Tumbuh-tumbuhan.
Daun Sirih, bunga, diukirkan pada tiang utama tulak somba, rinding (dinding), langit-langit lumbung sebagai ruang tamu, juga di pintu-pintu.
Ornamen ukiran kayunya menggunakan kayu URU. Ornamen ini diukir dulu baru dipasang di tempat. Penyelesaian ukiran biasanya dengan zat pewarna yang dibikin dari tanah +tuak atau arang + cuka + air.
( contoh 2)
Nama desa: Sarira
Kecamatan: Makale
Kabupaten: Tana Toraja
Pembahasan Umum :
Di desa ini, seperti juga kebanyakan di tempat lain di Tana Toraja, banyak menggunakan kayu URU. Adapun alasannya antara lain : relatif tahan lama, mudah didapat di tempat tersebut, cukup mudah untuk diukir.
Di desa ini terdapat rumah adat yang dalam proses penggantian atap dari atap bambu menjadi atap seng.Penggantian ini disebabkan atap yang lama sudah busuk (rusak) atau bocor. Penggunaan materi seng adalah gejala masuknya hasil teknologi modern yang terlihat nyata. Dengan materi ini pula bersamaan masuknya beberapa alat modern pada rumah adat itu. Misalnya mulainya penggunaan paku dan sebagainya. Begitu juga dengan sendirinya konstruksi atap mengalami perubahan yang cukup banyak, sekalipun tidak prinsipil. Banyak alasan tentang penggunaan materi seng ini yang pada dasarnya bersifat praktis, seperti :
- lebih cepat dalam pembangunannya
- lebih murah, karena menggunakan jumlah kayu lebih sedikit (ekonomis)
Disamping alasan-alasan praktis itu sebenarnya tidak disadari akibat yang timbul karenanya. Salah satu efek negatifnya ialah expresi tradisionilnya hilang. Sebab atap yang merupakan hampir setengah bagian bangunan, mempunyai permukaan bidang yang cukup besar. Kalau ditinjau dari segi kekuatan bambulah yang lebih kuat. Karena bambu dapat tahan kira2 sarapai 40 tahun. Relatif cukup lama dibandingkan seng, sebab dalam prakteknya bambu ini ditumbuhi tumbuh2-an yang melindungi dari sinar matahari atau hujan.
( contoh 3)
Nama tempat :halaman Teuru
Kampung :Berurung
Desa :Sesean Mataallo
Kecamatan :Sesean
Kabupaten :Tana Toraja
1. Pembahasan Umum.
Menurut keterangan penduduk setempat rumah-rumah adat di kampung ini sudah berusia kira-kira 50 tahun. Ada rumah yang sudah diganti atapnya sekalipun menggantinya dengan bambu juga. Tetapi satu hal yang menyolok dikampung ini ialah dibangunnya dapur disamping rumah adat yang berbentuk model rumah Bugis. Bangunan induk mulai dibuat jendela-jendela kaca untuk mendapatkan sinar lebih banyak. Satu lagi efek tak menguntungkan terhadap kepribadian rumah adat Tana Toraja.
Tiap rumah di kampung ini ditinggali oleh satu keluarga. Urutannya dimulai dibagian Timur untuk Bapak & Ibu berikutnya mengikuti ketinggian tanah adalah rumah-rumah untuk anak.
Seperti di tempat lain di Toraja, di desa inipun lumbung merupakan lambang kekayaan. Semakin banyak jumlah lumbung semakin kaya penghuninya.
(contoh 4)
Nama Kampung : Tondok batu
Desa : Tondon
Kecamatan : Sanggalangi
Kabupaten : Tana Toraja
Kampung Tondon Batu terletak di desa Tondon yang lokasinya berada di bagian Timur Kota Rantepao. Kampung ini merupakan kelompok rumah-rumah adat yang tidak besar, karena di sini hanya terdapat 4 tongkonan (rumah adat).
Sekalipun begitu satu keistimewaan rumah adat di kampung ini ialah adanya rumah adat yang berumur kira-kira 200 tahun dan sudah berganti atap sampai 3 kali. Dalam waktu yang sekian lama rumah adat itu masih berdiri dengan baik, artinya masih berfungsi sebagai tempat tinggal, Disamping itu di kampung ini terlihat adanya pengaruh bentuk runah Bugis. Juga mengenai bentuk lumbung-lumhung disini umumnya mempunyai panjang tiang yang lain, yang lebih panjang. Jadi secara tampak, lumbung-lumbung itu terlihat lebih tinggi daripada yang umumnya ada.
( contoh 5)
Nama kampung : Kondok
Nama Desa : Tondon
Kecamatan : Sangalangi
Kabupaten : Tana Toraja
Pembahasan Umum
Kampung Kondok letaknya tidak begitu jauh, masih di Kecamatan Sanggalangi juga Kampung ini sebenarnya tidak begitu besar karena jumlah penghuninya hany 4 keluarga. Dalam peninjauan ke kampung ini lebih ditekankan kepada penelitian konstruksinya, Sebab kebetulan sedang ada penggantian atap & lantai. Biasanya dalam penggantian atap ini selain lantai diikuti juga dengan penggantian dinding (ukiran). Hanya tiang-tiang yang utama yang tetap tidak diganti.
Dalam peninjauan ke kampung ini sempat ditanyakan sekitar harga rumah. Sekalipun patokannya bukan uang, tapi jika dikalkulasikan harganya cukup mahal juga. Seperti misalnya:
- penggergajian kayu upahnya 3 (tiga) kerbau
- mendirikan upahnya 4 (empat) kerbau
- mengukir 1 (satu) kerbau
- finishing 100 (seratus) babi.
Harga-harga ini belum termasuk harga dari pembelian kayu sendiri, yang dinilai cukup mahal. Tetapi biasanya untuk kayu ini mereka ambil dari kebun sendiri.
(contoh 7)
Nama Kampung Kampung Kecamatan Kabupaten
Pembahasan Umum.
Nama kampung : Marante
Nama Desa : Tondon
Kecamatan : Sanggalangi
Kabupaten : Tana Toraja
Kampung Marante terletak di bagian Utara dari Kabupaten Tana Toraja. Letak Kampung ini agak masuk kira-kira 50 meter dari jalan raya. Merupakan satu kelompok rumah adat Toraja yang cukup besar. Dibagian belakang kelompok ini terdapat kelompok kecil yang merupakan perkembangan dari kelompok kampung Marante.
Di dalam kelompok rumah-rumah adat di kampung ini terdapat juga 2(dua) rumah model Bugis yang letaknya terselip diantaranya. Kedua rumah Bugis ini rupanya dibangun paling belakangan dengan pertimbangan hal yang lebih fungsionil. Dilihat dari segi kesehatan rumah Bugis ini lebih baik, karena banyak mempunyai lubang untuk jendela. Sehingga memungkinkan adanya sinar masuk dan ventilasi udara.
Seperti di tempat lain di kampung Marante inipun letak lumbung berhadapan dengan rumah-rumah adat. Jadi biasanya jumlah rumah sama dengan jumlah lumbung.
Adapun jumlah rumah ada : 7 (tujuh) buah, jumlah lumbung : 9 (sembilan), jumlah rumah Bugis 2 (dua), jumlah kandang babi : 7 (tujuh) buah, jumlah dapur : 5(lima). Jumlah dapur ini yang 2 masing-masing menempel pada rumah Bugis sedang yang 3 menempel pada rumah adat. Kandang babi umumnya terletak dibagian belakang dari rumah adat.
(Contoh 8)
Nama Kampung :Palawa
Nama Desa :Pangli Palawa :Sesean
Kabupaten :Tana Toraja
Pembahasan Umum
Letak Kampung ini berada disebelah Utara kota Rentepao, Lokasi perkampungannya cukup jauh dari jalan raya, kalaupun ada jalan masuk jalan itu sempit dan jelek sekali keadaannya. Pada jalan ini banyak terdapat rumah adat yang dibangun sendiri-sendiri, artinya bukan merupakan satu kelompok. Rumah-rumah ini umumnya dibangun pada waktu belakangan, hal ini terlihat atapnya yang banyak menggunakan seng dan bermoncong tinggi.
Keadaan medan mendekati perkampungan ini agak naik, pada dataran yang tertinggi berkumpullah rumah-rumah adatnya. Seperti semua rumah adat, disinipun menghadap arah Utara. Berhadapan dengan lumbung-lumbung dimana padi disimpan atau sebagai ruang tamu. Hal berhadapan ini menurut keterangan ialah perlambang antara lumbung dan rumah adat sebagai suami dan isteri.
Rumah-rumah adat disini rata-rata masih menggunakan atap bambu. Sekalipun usianya sudah 7 turunan dan mengalami penggantian atap, keadaan rumah adat disini umumnya masih baik. Jumlah rumah adat adalah 9 dan jumlah lumbung 11. Dari junlah ini ada yang bermoncong lebih tinggi, ini merupakan ciri dari rumah adat yang sudah diganti atapnya.
Perkampungan ini cukup bersih menurut ukuran kampong-kampung di Tana Toraja. Karena hal ini mungkin perkampungan ini jadi sering didatangi wisatawan. Akibatnya dari hal itu timbul pedagang-pedagang yang menjual barang souvenir, umumnya mereka penduduk setempat.
Nama Tempat: Kete.
Nama kampung : Bonoran
Nama Desa : Tikun'na Malenong
Kecamatan : Sanggalangi
Kabupaten : Tana Toraja
Pembahasan Umum
Perkampungan Ke'te letaknya relatif dekat dengan kota Rantepao. Perkampungan ini adalah yang paling terkenal dari sekian banyak perkampungan lain yang dibuka untuk wisatawan. Sekalipun bukan merupakan perkampungan yang besar tapi Ke'te nempunyai keistimewaan. Sebab disini terdapat juga kuburan Batu (gunung batu) yang merupakan batas sebelah dari perkampungan ini. Kuburan ini sekaligus manjadi obyek wisata karena kebetulan letaknya cukup dekat. Batas disebelah Utara ialah sawah yang banyak digenangi air, mungkin merangkap sebagai tempat pembuangan air hujan. Keistimewan lain, diperkampungan ini sudah ada air leiding yang belum tercatat dari mana asalnya. Begitu juga riol - riol di depan rumah yang mungkin dimaksudkan untuk saluran air hujan. Itulah sebabnya mungkin Ke'te keadaannya relatif lebih baik dibandingkan perkampungan yang lain di Tana Toraja. Tanah yang becek atau genangan air tidak kita jumpai disini. Kesannya kehidupan diperkampungan ini lebih sehat.
Jumlah rumah adat disini ada 8 (delapan) disaimping terdapat 14 lumbung yang bentuk atau bahannya bermam- macam, Diperkampungan ini juga terdapat lumbung yang dibuat dari bambu baik itu tiang, dinding, sampai atapnya. Menurut keterangan bentuk ini adalah yang pertama kali diciptakan. Disamping itu terdapat bentuk rumah yang meniru rumah bugis meskipun atapnya memakai bambu.Bentuk-bentuk rumah ini biasanya sudah dilengkapi dengan kamar mandi dan WC,bahkan tempat cuci. Karena sudah menjadi tempat yang sering dikunjungi wisatawan di Ke'te dibangun bentuk asal rumah adat suku Toraja (Lantang Talumio dan Pandoko Dena).