Minggu, 09 Agustus 2015

Kerajaan Islam Bima



Kerajaan Bima
Bima merupakan pusat pemerintahan atau kerajaan Islam yang menonjol di Nusa Tenggara dengan nama rajanya yang pertama masuk Islam ialah Ruma Ta Ma Bata Wada yang bergelar Sultan Bima I atau Sultan Abdul Kahir. Sejak itu pula terjalin hubungan erat antara Kerajaan Bima dengan Kerajaan Gowa, lebih-lebih sejak perjuangan Sultan Hasanuddin kandas akibat perjanjian Bongaya. Setelah Kerajaan Bima terusmenerus melakukan perlawanan terhadap masuknya politik dan monopoli perdagangan VOC akhirnya juga tunduk di bawah kekuasaannya. Ketika VOC mau memperbaharui perjanjiannya dengan Bima pada 1668 ditolak oleh Raja Bima, Tureli Nggampo; ketika Tambora merampas kapal VOC pada 1675 maka Raja Tambora, Kalongkong dan para pembesarnya diharuskan menyerahkan keris-keris pusakanya kepada Holsteijn. Pada 1691, ketika permaisuri Kerajaan Dompu terbunuh, Raja Kerajaan Bima ditangkap dan diasingkan ke Makassar sampai meninggal dunia di dalam penjara. Di antara kerajaan-kerajaan di Lombok, Sumbawa, Bima, dan kerajaan-kerajaan lainnya sepanjang abad ke-18 masih menunjukkan pemberontakan dan peperangan, karena pihak VOC senantiasa memaksakan kehendaknya dan mencampuri pemerintahan kerajaan-kerajaan, bahkan menangkapi dan mengasingkan raja-raja yang melawan.
Sebenarnya jika kita membicarakan sejarah Kerajaan Bima abad ke-19 dapat diperkaya oleh gambaran rinci dalam Syair Kerajaan Bima yang menurut telaah filologi Cambert Loir diperkirakan sangat mungkin syair tersebut dikarang sebelum 1833 M, sebelum Raja Bicara Abdul Nabi meletakkan jabatannya dan diganti oleh putranya. Pendek kata syair itu dikarang oleh Khatib Lukman barangkali pada 1830 M. Syair itu ditulis dalam huruf Jawi dengan bahasa Melayu. Dalam syair itu diceritakan empat peristiwa yang terjadi di Bima pada pertengahan abad ke-19, yaitu, letusan Gunung Tambora, wafat dan pemakaman Sultan Abdul Hamid pada Mei 1819, seranganbajak laut, penobatan Sultan Ismail pada 26 November 1819,Sultan Abdul Hamid dan Wazir Abdul Nabi, pelayaran Sultan Abdul Hamid ke Makassar pada 1792, kontrak Bima pada 26 Mei 1792, pelantikan Raja Bicara Abdul Nabi, serta kedatangan Sultan Ismail, Reinwardt, dan H. Zollinger yang mengunjungi Sumbawa dan menemui Sultan.

A.Letak
   Kabupaten Bima merupakan salah satu Daerah Otonom di Provinsi Nusa Tenggara Barat, terletak di ujung timur dari Pulau Sumbawa bersebelahan dengan Kota Bima (pecahan dari Kota Bima).    Secara geografis Kabupaten Bima berada pada posisi 117°40”-119°10” Bujur Timur dan 70°30” Lintang Selatan.
Sejarah Singkat
Bima merupakan pusat pemerintahan atau kerajaan Islam yang menonjol di Nusa Tenggara dengan nama rajanya yang pertama masuk Islam ialah Ruma Ta Ma Bata Wada yang bergelar Sultan Bima I atau Sultan Abdul Kahir. Sejak itu pula terjalin hubungan erat antara Kerajaan Bima dengan Kerajaan Gowa, lebih-lebih sejak perjuangan Sultan Hasanuddin kandas akibat perjanjian Bongaya. Setelah Kerajaan Bima terusmenerus melakukan perlawanan terhadap masuknya politik dan monopoli perdagangan VOC akhirnya juga tunduk di bawah kekuasaannya. Ketika VOC mau memperbaharui perjanjiannya dengan Bima pada 1668 ditolak oleh Raja Bima, Tureli Nggampo;ketika Tambora merampas kapal VOC pada 1675 maka Raja Tambora, Kalongkong dan para pembesarnya diharuskan menyerahkan keris-keris pusakanya kepada Holsteijn.
Silsilah Raja
          1. ± 1620—1640 Abdul Kahir
          2. 1640—1682 I Ambela Abi’l Khair Sirajuddin
          3. 1682—1687 Nuruddin Abu Bakar All Syah
          4. 1687—1696 Jamaluddin Ali Syah
          5. 1696—1731 Hasanuddin Muhammad Syah
          6. 1731—1748 Alauddin Muhammad Syah
          7. 1748—1751 Kamalat Syah,
          8. 1751—1773 Abdul Kadim Muhammad Syah,
          9. 1773—1817 Abdul Hamid Muhammad Syah
          10. 1817—1854 Ismail Muhammad Syah,
          11. 1854—1868 Abdullah,
          12. 1868—1881 Abdul Aziz,
          13. 1881—1915 Ibrahim,
          14. 1915—1951 Muhamad Salahuddin,
Kehidupan Budaya
          Beragam tradisi dan budaya terlahir dan masih dipertahankan rakyatnya. Salah satu yang hingga kini masih kekal bahkan terwarisi adalah budaya rimpu, sebuah identitas kemusliman yang hingga kini nyaris kehilangan makna. Rimpu merupakan busana adat harian tradisional yang berkembang pada masa kesultanan, sebagai identitas bagi wanita muslim di Bima. Rimpu mulai populer sejak berdirinya Negara Islam di Bima pada 15 Rabiul awal 1050 H bertepatan dengan 5 Juli 1640.
          Masuknya rimpu ke Bima amat kental dengan masuknya Islam ke Kabupaten bermotokan Maja Labo Dahu ini. Pedagang Islam yang datang ke Bima terutama wanita Arab menjadi ispirasi kuat bagi wanita Bima untuk mengidentikkan pakaian mereka dengan menggunakan rimpu.
          Sebuah masjid tertua di Bima hingga kini masih bediri di Kelurahan Melayu Kecamatan Asakota, Kota Bima. Hanya saja, kondisi cagar budaya itu tak terurus dan hanya berfungsi sebagai Tempat Pendidikan Qur’an (TPQ) oleh warga setempat. Bahkan sejumlah benda bernilai sejarah tinggi raib. Pantauan Suara NTB, mesjid yang seluruh bangunannya terbuat dari kayu dan beratap seng itu masih berdiri kokoh diantara rumah penduduk. Konon masjid itu dibangun dua utusan Sultan Goa Sulawesi Selatan untuk mensyi’arkan Agama Islam di Bima
Kehidupan Sosial
          Masyarakat Bima merupakan campuran dari berbagai suku bangsa. Suku asli yang mendiami Bima adalah orang Donggo. Mereka mendiami daerah dataran tinggi. Kepercayaan asli orang Donggo adalah animisme, yang mereka sebut dengan marafuyu. Dalam perkembangannya, kepercayaan ini terdesak oleh agama kristen dan islam.
          Orang Donggo yang menjadi suku asli Bima ini hidup dari bercocok tanam dengan sistem peladangan yang berpindah-pindah. Oleh karena itu rumah mereka juga berpindah-pindah (tidak tetap).
          Suku lain yang mendiami Bima adalah orang Dou Mbojo (migran dari daerah Makasar).
Kehidupan Ekonomi
          Pada saat itu kerajaan Bima sangat berkembnag  pesat disegi pertanian maupun perternakan dan  perikanan.Dibidang perternakan Kerajaan Biima tidak mau kalah dengan kerajaan lain,Raja Indra Zamrud juga mengembnagkan bidang perternakan yaitu kuda,kerbau dan sapi.Dalam kitab Negarakertagama,  Kerajaan Bima disebut sudah memiliki pelabuhan besar pada 1356.
Faktor Kemunduran
          Kesultanan Bima berakhir ketika Indonesia berhasil meraih Kemerdekaan pada tahun 1945. Saat itu, Sultan Muhammad Salahuddin, raja terakhir Bima, lebih memilih untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Indonesia. Siti Maryam, salah seorang Putri Sultan, menyerahkan Bangunan Kerajaan kepada pemerintahan dan kini di jadikan Museum. Di antara peninggalan yang masih bisa di lihat adalah Mahkota, Pedang dan Funitur.


0 komentar:

Posting Komentar