KERAJAAN BANJARMASIN
·
Kerajaan Banjar merupakan kerajaan Islam yang terletak di
Pulau Kalimantan, tepatnya di Kalimantan Selatan
·
Aspek Politik
1.
1526 – 1545: Pangeran Samudra yang kemudian bergelar
Sultan Suriansyah, Raja pertama yang memeluk Islam. (Raja Pertama )
Sultan Suryanullah[1][9]
atau Sultan Suriansyah[10][11]
atau Sultan Suria Angsa[12][13]
adalah Raja Banjarmasin pertama yang memeluk Islam. Ia memerintah tahun
1520-1540[14].
Pangeran Samudera merupakan raja Banjar pertama sekaligus raja Kalimantan
pertama yang bergelar Sultan yaitu Sultan Suryanullah. 1520-1546) Sultan
Suriansyah. Nama kecil Raden Samudra. Raja Banjar pertama yang memindahkan pusat
pemerintahan di Kampung Banjarmasih (Kuin) menggantikan Maharaja Tumenggung
(Raden Panjang), Dia ahli waris yang sah sesuai wasiat kakeknya Maharaja
Sukarama (Raden Paksa) dari Kerajaan Negara Daha dibantu Mangkubumi Aria
Taranggana. Raden Samudera memeluk Islam pada 24 September 1526
2.
1859 - 1862 : Pangeran Antasari yang bergelar Panembahan
Amir Oeddin Khalifatul Mu'mina ( Raja Terkenal )
Semasa muda nama beliau adalah Gusti Inu
Kartapati. Ayah Pangeran Antasari adalah Pangeran Masohut (Mas'ud) bin Pangeran
Amir bin Sultan Muhammad Aminullah. Ibunya Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman.
Pangeran Antasari mempunyai adik perempuan yang bernama Ratu Antasari/Ratu
Sultan yang menikah dengan Sultan Muda Abdurrahman tetapi meninggal lebih dulu
sebelum memberi keturunan. Pangeran Antasari tidak hanya dianggap sebagai
pemimpin Suku Banjar, beliau juga merupakan pemimpin Suku Ngaju, Maanyan,
Siang, Sihong, Kutai, Pasir, Murung, Bakumpai dan beberapa suku lainya yang
berdiam di kawasan dan pedalaman atau sepanjang Sungai Barito.
Setelah Sultan Hidayatullah ditipu belanda dengan terlebih dahulu menyandera Ratu Siti (Ibunda Pangeran Hidayatullah) dan kemudian diasingkan ke Cianjur, maka perjuangan rakyat Banjar dilanjutkan pula oleh Pangeran Antasari. Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai sepupu dari pewaris kesultanan Banjar. Untuk mengokohkan kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan umat Islam tertinggi di Banjar bagian utara (Muara Teweh dan sekitarnya), maka pada tanggal 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, dimulai dengan seruan:
Setelah Sultan Hidayatullah ditipu belanda dengan terlebih dahulu menyandera Ratu Siti (Ibunda Pangeran Hidayatullah) dan kemudian diasingkan ke Cianjur, maka perjuangan rakyat Banjar dilanjutkan pula oleh Pangeran Antasari. Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai sepupu dari pewaris kesultanan Banjar. Untuk mengokohkan kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan umat Islam tertinggi di Banjar bagian utara (Muara Teweh dan sekitarnya), maka pada tanggal 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, dimulai dengan seruan:
"Hidup untuk Allah dan Mati untuk
Allah!"
Seluruh rakyat, pejuang-pejuang, para alim
ulama dan bangsawan-bangsawan Banjar; dengan suara bulat mengangkat Pangeran
Antasari menjadi "Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin", yaitu
pemimpin pemerintahan, panglima perang dan pemuka agama tertinggi.[6]
Tidak ada alasan lagi bagi Pangeran Antasari untuk berhenti berjuang, ia harus menerima kedudukan yang dipercayakan oleh Pangeran Hidayatullah kepadanya dan bertekad melaksanakan tugasnya dengan rasa tanggung jawab sepenuhnya kepada Allah dan rakyat.
Perlawanan terhadap Belanda
Lanting Kotamara semacam panser terapung di sungai Barito dalam pertempuran dengan Kapal Celebes dekat pulau Kanamit, Barito Utara Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan dipkomandoi Pangeran antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito
Tidak ada alasan lagi bagi Pangeran Antasari untuk berhenti berjuang, ia harus menerima kedudukan yang dipercayakan oleh Pangeran Hidayatullah kepadanya dan bertekad melaksanakan tugasnya dengan rasa tanggung jawab sepenuhnya kepada Allah dan rakyat.
Perlawanan terhadap Belanda
Lanting Kotamara semacam panser terapung di sungai Barito dalam pertempuran dengan Kapal Celebes dekat pulau Kanamit, Barito Utara Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan dipkomandoi Pangeran antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito
sampai ke Puruk Cahu.
Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Khalifatul Mukminin dengan pasukan Belanda, berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya berhasil mendesak terus pasukan Khalifah. Dan akhirnya Khalifah memindahkan pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.
Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun beliau tetap pada pendirinnya. Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.
Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Khalifatul Mukminin dengan pasukan Belanda, berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya berhasil mendesak terus pasukan Khalifah. Dan akhirnya Khalifah memindahkan pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.
Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun beliau tetap pada pendirinnya. Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.
“dengan tegas kami terangkan kepada tuan:
Kami tidak setuju terhadap usul minta ampun dan kami berjuang terus menuntut
hak pusaka (kemerdekaan)”
Dalam peperangan, belanda pernah menawarkan
hadiah kepada siapa pun yang mampu menangkap dan membunuh Pangeran Antasari
dengan imbalan 10.000 gulden. Namun sampai perang selesai tidak seorangpun mau
menerima tawaran ini. Setelah berjuang di tengah-tengah rakyat, Pangeran
Antasari kemudian wafat di tengah-tengah pasukannya tanpa pernah menyerah,
tertangkap, apalagi tertipu oleh bujuk rayu Belanda pada tanggal 11 Oktober
1862 di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang, dalam usia lebih kurang 75 tahun.
Menjelang wafatnya, beliau terkena sakit paru-paru dan cacar yang dideritanya
setelah terjadinya pertempuran di bawah kaki Bukit Bagantung, Tundakan.
Setelah terkubur selama lebih kurang 91 tahun di daerah hulu sungai Barito, atas keinginan rakyat Banjar dan persetujuan keluarga, pada tanggal 11 November 1958 dilakukan pengangkatan kerangka Pangeran Antasar
Setelah terkubur selama lebih kurang 91 tahun di daerah hulu sungai Barito, atas keinginan rakyat Banjar dan persetujuan keluarga, pada tanggal 11 November 1958 dilakukan pengangkatan kerangka Pangeran Antasar
3.
19. 1862 - 1905 :
Sultan Muhammad Seman yang merupakan Raja terakhir dari Kerajaan Banjar ( Raja
Terakhir )
·
Aspek sosial
Dalam kehidupan
masyarakat Banjar terdapat
susunan dan peranan sosial
yang berbentuk limas (lapisan).Lapisan paling
atas adalah golongan
penguasa yang merupakan golongan minoritas. Mereka
adalah kaum bangsawan
atau “bubuhan raja-raja”.
Penghargaan masyarakat
terhadap golongan bangsawan
ini sesuai dengan
derajat kebangasawanannya. Mereka,
secara turun-temurun, menjadi golongan terhormat dan berdarah bangsawan, serta
mempunyai gelar-gelar seperti
sultan, pangeran, ratu,
gusti, andin, antung,
dan nanang. Golongan ini
mempunyai hak memungut cukai dari hasil bumi, hasil pertanian, perikanan dan
lain-lain.)
Golongan
kedua adalah
pejabat kerajaan, ulama-ulama, mufti, dan penghulu.Golongan ini langsung
berhubungan dengan penduduk. Segala macam barang yang mereka beli dari
masyarakat dan di bayar dengan uang. Golongan ketiga merupakan golongan
terbesar, yaitu rakyat biasa.Mereka itu adalah golongan yang hidup dari bertani
dan perdagangan kecil-kecilan, nelayan, kerajinan, industri, dan pertukangan.
Golongan bawah adalah golongan pandeling. Golongan pandeling
adalah mereka yang kehilangan setengah
kemerdekaan akibat hutang-hutang
yang tak dapat
mereka bayar. Biasanya, merekalah
yang menjalankan perdagangan
dari golongan bangsawan
atau pedagang-pedangan kaya. Golongan
ini berakhir pada
abad ke-19, seiring
dengan dihapuskannya Kerajaan Banjar oleh Belanda.
·
Aspek Budaya
Berkaitan
dengan kehidupan budaya, telah berkembang beberapa corak seni dan sastra. Saat
itu, Banjar telah
memiliki gamelan yang
dipukul dengan lemah
lembut, seni sastra berkembang dengan
menggunakan huruf Arab
Melayu (Jawi), dan
kemungkinan, juga telah berkembang suatu
seni, hasil perpaduan
antara tonil Melayu dan
cerita Seribu Satu
Malam. Seni ukir berkembang
karena adanya kebiasaan
para bangsawan dan
orang kaya untukmembuat rumah secara mewah, yang
dipenuhi dengan ukiran indah. Corak seni lain yang jugatelah berkembang dan
amat kuat dipengaruhi kebudayaan Islam adalah mahidin dan balamut. Ini semua
menunjukkan bahwa, di
Kerajaan Banjar telah
berkembang suatu seni
budaya dengan coraknya yang khas.
·
Aspek Ekonomi
Masuk dan
berkembangnya islam berlangsung sebelum Kesultanan Banjar berdiri. Hal ini
dikarenakan wilayah cikal bakal Kesultanan Banjar yang strategis, yaitu jalur
perdagangan dan pelayaran. Melalui pelabuhan dan transaksi perdagangan yang
ada, islam di dakwahkan oleh pedagang-pedagang muslim kepada rakyat.
Perdagangan
kerjaan banjar terus berkembang pada saat pemerintahan surryanullah atau
suryansyah. Kapal-kapal dagang yang besar pun berlabuh di Pelabuhan
Banjarmasin. Bahkan, perdagangan itu telah diperluas sampai pedalaman,
Perdagangan telah menjadi tulang punggung perekonomian Kerajaan Banjar. Barang
dagangannya yang berasal dari Banjar, adalah kapur barus dan intan.
0 komentar:
Posting Komentar