A.Kebijakan-KebijakanHerman
Willem Daendels
1. merombak sistem pemerintahan feodal dan
menggantinya dengan sistem pemerintahan modern. Rakyat dalam pemerintahan ini
memegang kedaulatan tertinggi (pemerintahan liberal), dan bupati menjadi pegawai
yang gajinya ditentukan.
2. raja-raja jawa(surakarta/solo dan yogyakarta)
dinyatakan sebagai bawahan.
3. membentuk pengadilan keliling dan peradilan
pribumi.
5. menjadikan para bangsawan atau penguasa lokal
sebagai aparat atau pegawai pemerintah.
1. Bidang
birokrasi pemerintahan
a)
Dewan
hindia belanda sebagai dewan legislatif pendamping gubernur jenderal dibubarkan
dan diganti dengan dewan penasihat. Salah seorang nasihatnya yang cakap ialah
Mr. Muntinghe.
b)
Pulau
jawa dibagi menjadi 9 prefektur dan 31 kabupaten. Setaip prefektuur dikepalai
oleh seorang residen (prefek) yang langsung di bawah pemerintahan Wali Negara.
Setiap residen membawahi beberapa bupati.
c)
Para
bupati dijadikan pegawai pemerintah Belanda dan diberi pangkat sesuai dengan ketentuan kepegawaian pemerintah
belanda. Mereka mendapat penghasilan dari tanah dan tenaga sesuai dengan hukum
adat.
2. Bidang
hukum dan peradilan
a)
Dalam
bidang hukum, Deandels membentuk 3 jenis pengadilan, yaitu:
1)
Pengadilan
untuk orang eropa
2)
Pengadilan
untuk orang pribumi
3)
Pengadilan
untuk orang timur asing
Pengadilan untuk pribumi ada di setiap
prefektuur dengan prefek sebagai ketua dan para bupati sebagai anggota. Hukum
ini diterapkan di wilayah kabupaten, sedangkan di wilayah prefektur seperti
Batavia, Semarang, dan Surabaya diberlakukan hukum Eropa.
b)
Pemberatasan
korupsi tanpa pandang bulu, termasuk terhadap bangsa Eropa. Akan tetapi,
Deandels sendiri malah melakukan korupsi besar-besaran dalam penjualan tanah
kepada pihak swasta.
3. Bidang
militer dan pertahanan
Dalam melaksanakan tugas utamanya dalam mempertahankan Pulau Jawa dari
serangan Inggris, Deandels mengambil langkah-langkah berikut ini:
a)
Membangun
jalan antara Anyar-Panarukan sepanjang 1100 km baik sebagai lalu lintas,
perthanan, maupun perekonomian.
b)
Menambah
jumlah angkatan perang dari 3000 orang menjadi 20000 orang.
c)
Membangun
pabrik senjata di Gresik dan Semarang. Hal itu dilakukan karena ia tidak dapat
mengharapkan lagi bantuan dari Eropa akibat blokade Inggris di lautan.
d) Membangun pangkalan angkatan laut di Ujung
Kulon dan Surabaya.
4. Bidang
ekonomi dan keuangan
a)
Membentuk
dewan pengawas keuangan negara (Algemene Rekenkaer) dan dilakukan pemberantasan
korupsi dengan keras.
b)
Mengeluarkan
uang kertas.
c)
Memperbaiki
gaji pegawai
d)
Pajak
in natura (contingenten) dan sistem penyerahan wajib (Verplichte Leverantie)
yang diterapkan pada zaman VOC tetap di lanjutkan, bahkan mditingkatan.
e)
Mengadakan
monopoli perdagangan beras.
f)
Mengadakan
Preanger Stelsel, yaitu kewajiban bagi rakyat Priangan dan sekitarnya untuk
menanam tanaman ekspor (kopi)/
5. Bidang
Sosial
a)
Menghapus
upacara penghormatan kepada residen, sunan, atau sultan.
b)
Perbudakan
dibiarkan berkembang.
c)
Rakyat
dipaksa melakukan kerja rodi untuk membangun jalan Anyer-Panarukan.
d)
Membuat
jaringan pos distrik dengan menggunakan kuda pos.
B..Kebijakan-KebijakanThomas Stamford Bingley Raffles
Bidang Birokrasi dan Pemerintahan
·
Langkah-langkah
Raffles pada bidang pemerintahan adalah:
·
Mengubah
sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi menjadi sistem
pemerintahan kolonial yang bercorak Barat
·
Bupati-bupati
atau penguasa-penguasa pribumi dilepaskan kedudukannya yang mereka peroleh
secara turun-temurun
·
Sistem
juri ditetapkan dalam pengadilan
·
Bidang
Ekonomi dan Keuangan
·
Petani
diberikan kebebasan untuk menanam tanaman ekspor, sedang pemerintah hanya
berkewajiban membuat pasar untuk merangsang petani menanam tanaman ekspor yang
paling menguntungkan. Penghapusan pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem
penyerahan wajib (verplichte leverantie) yang sudah diterapkan sejak zaman VOC.
Menetapkan sistem sewa tanah (landrent) yang berdasarkan anggapan pemerintah
kolonial. Pemungutan pajak secara perorangan.
Bidang Hukum
·
Sistem
peradilan yang diterapkan Raffles lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh
Daendels. Karena Daendels berorientasi pada warna kulit (ras), Raffles lebih
berorientasi pada besar kecilnya kesalahan. Badan-badan penegak hukum pada masa
Raffles sebagai berikut:
·
Court of
Justice, terdapat pada setiap residen
·
Court
of Request, terdapat pada setiap divisi
·
Police
of Magistrate
Bidang Sosial
·
Penghapusan
kerja rodi (kerja paksa) dan penghapusan perbudakan, tetapi dalam praktiknya ia
melanggar undang-undangnya sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis
perbudakan. Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat kejam
dengan melawan harimau.
·
Bidang
Ilmu Pengetahuan
·
Ditulisnya
buku berjudul History of the East Indian Archipelago di Eidenburg pada
tahun 1820 dan dibagi tiga jilid
·
Raffles
juga aktif mendukung Bataviaach Genootschap, sebuah perkumpulan kebudayaan dan
ilmu pengetahuan
·
Dari
kebijakan ini, salah satu pembaruan kecil yang diperkenalkannya di wilayah
kolonial Belanda adalah mengubah sistem mengemudi dari sebelah kanan ke sebelah
kiri, yang berlaku hingga saat ini.
C.Kebijakan-KebijakanJohannes graaf van den Bosch
Sistem Tanam Paksa (STP)
Ketentuan
Sistem Tanam Paksa terdapat dalam Lembaran Negara Tahun 1843 No. 22 antara lain
isinya sebagia berikut :
1) Lahan yang disediakan untuk tanaman wajib
harus atas persetujuan penduduk
2) Tanah pertanian yang disediakan penduduk
untuk tanaman wajib tidak boleh melebihi seperlima bagian
3) Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam
tanaman wajib tidak boleh melebihi waktu menanam padi
4) Tanah yang digunakan menanam tanaman wajib
tidak melebihi luas lahan menanam padi
5) Tanaman wajib yang dihasilkan harus diberikan
kepada pemerintah. Jika hasil yang diperoleh lebih dari yang ditaksir, lebihnya
diserahkan kepada penduduk
6) Gagal panen ditanggung pemerintah asal
penyebabnya bukan karena kurang rajinnya penduduk
7) Penduduk desa mengerjakan tanah-tanah mereka
di bawah pengawasan kepala desa, sedangakan pegawai Eropa melakukan pengawasan
terbatas agar penanaman dan panen berjalan baik dantepat pada waktunya.
D.Kebijakan-KebijakanConrad Theodore van Deventer
kebijakan van deventer di indonesia, dikenal
dengan nama politik etis.
Politik
Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah
kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi.Pemikiran ini
merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.
Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Politika yang meliputi:
1. Irigasi (pengairan), membangun dan
memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian
2. Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk
bertransmigrasi
3. Edukasi yakni memperluas dalam bidang
pengajaran dan pendidikan akan tetapi,
kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan
membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan
dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan
pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berarti bagi bangsa India
Kebijakan-KebijakanEduard Douwes Dekker
Sebagai wartawan dan memiliki koran, dia cukup leluasa mengritik
kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial yang tidak berperikemanusiaan. Seiring
dengan itu, dia juga aktif dalam bidang politik antara lain dengan mendirikan
Indische Partij (IP) pada 1912 di Bandung bersama Dr Cipto Mangunkusumo dan Dr
Suwardi Suryaningrat (ketiganya kemudian dikenal dalam sejarah Indonesia
sebagai Tiga Serangkai). IP saat itu menjadi partai politik pertama di Hindia
Belanda yang terang-terangan menuntut kemerdekaan Hindia Belanda selain juga
aktif membela kesetaraan bagi bumi putera dan kaum indo yang terdiskriminasi
oleh sistem yang diterapkan pemerintahan kolonial.
Namun kiprahnya yang revolusioner bersama Cipto dan Suwardi ini harus
dibayar dengan berkali-kali menerima hukuman pengasingan, dijauhkan dari
interaksinya dengan rakyat yang dibelanya ini. Pada 1913, ketika pemerintah
Hindia Belanda berrencana turut memperingati 100 tahun kemerdekaan Belanda dari
Prancis, Cipto dan Soewardi mencemooh rencana tersebut lewat artikel yang
dimuat di surat kabar De Express. Inti artikel mereka adalah, betapa ironisnya
jika Hindia Belanda yang dijajah Belanda harus ikut merayakan kemerdekaan
negeri penjajahnya tersebut dari penjajahan oleh Prancis.Cipto dan Suwardi pun
ditangkap. Melihat itu, DD tak tinggal diam. Di surat kabar yang sama dia
menuliskan bahwa kedua rekannya itu adalah para pahlawan. Maka DD pun
ditangkap. Ketiganya sempat diasingkan ke negeri Belanda sebelum kemudian
dipisah-pisah antara lain ke pulau Banda dan Kupang.
Setelah masa pengasingannya berakhir, pada 1922 Douwes Dekker pulang ke
Bandung.Dia lalu melamar pekerjaan sebagai pengajar di satu sekolah rendah
partikelir yang beraliran komunis. Meski ada ganjalan ihwal komunisnya itu,
namun Belanda merasa mungkin pekerjaan sebagai pengajar di sekolah tersebut
akan meredam jiwa gelisah seorang DD.
Tapi dasar pembangkang, ada saja jalan untuk menjadi
“pemberontak”.Kenaikan karir di sekolah tersebut membuatnya bisa leluasa
mengatur manajemen sekolah tersebut. Sekolah yang semula bernama Preanger
Instituut van de Vereeniging Volksonderwijs (Institut Priangan dari Perkumpulan
Pengajaran Rakyat) ini, kemudian digantinya menjadi Ksatrian Instituut—kampus
perjuangan yang memberi peluang pendidikan setara bagi kaum pribumi, keturunan
Tionghoa, dan indo, yang mendapatkan diskriminasi pendidikan dari pemerintah
kolonial.
Akibat sepak terjangnya yang selalu bikin pemerintahan kolonial
bercucuran keringat dingin ini, DD kembali ditangkap dan kali ini diasingkan ke
Suriname.Jiwa gelisahnya ini, selain telah membuatnya pernah diasingkan ke
Suriname dan Belanda, juga pernah ke Yogyakarta dan Prapat.Bagi pemerintah
kolonial sendiri, upaya pengasingan itu tentu bukan soal terpencilnya lokasi
melainkan adalah untuk menjauhkan DD dari rakyat yang sedang dibelanya. Tiga
tahun setelah Indonesia merdeka, DD kembali ke Bandung dari pengasingannya di
Belanda, hingga kemudian meninggal dengan tenang di negeri yang dicintainya ini
pada 1950 di usia 70 tahun.
0 komentar:
Posting Komentar