1. LAHIRNYA NABI
MUHAMMAD SAW
Pada saat masyarakat
Arab dalam suasana kegelapan (jahiliyyah), lahirlah seorang bayi pada 12 Rabiul
Awal tahun Gajah di kota Mekkah, di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu tempat
yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat
perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Bayi yang dilahirkan akan membawa
perubahan besar bagi sejarah peradaban manusia. Ayah bayi tersebut bernama
Abdullah bin Abdul Mutallib meninggal dalam perjalanan dagang di Madinah,
yang ketika itu bernama Yastrib, ketika Muhammad masih 7 bulan dalam
kandungan ibunya. Ia meninggalkan harta lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan
seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kemudian mengasuh
Nabi.. Ibunya bernama Aminah binti Wahab. Kehadiran bayi itu disambut dengan
penuh kasih sayang dan dibawa ke ka’bah, kemudian diberi nama Muhammad, nama
yang belum pernah ada sebelumnya.
Selepas itu Muhammad
disusukan selama beberapa hari oleh Thuwaiba, budak suruhan Abu Lahab sementara
menunggu kedatangan wanita dari Banu Sa’ad. Adat menyusukan bayi sudah menjadi
kebiasaan bagi bangsawan-bangsawan Arab di Mekah. Akhir tiba juga wanita dari
Banu Sa’ad yang bernama Halimah bin Abi-Dhuaib yang pada mulanya tidak mahu
menerima karena Muhammad seorang anak yatim. Namun begitu, Halimah membawa
pulang juga Muhammad ke pedalaman dengan harapan Tuhan akan memberkati
keluarganya. Sejak diambilnya Muhammad sebagai anak susuan, kambing yang
diternakan dan susu kambing-kambing tersebut semakin melimpah. Muhammad telah
tinggal selama 2 tahun di Sahara dan sesudah itu Halimah membawa kembali kepada
Ibunya Aminah dan membawa pulang kembali ke pedalaman.
Pada usia dua tahun,
Muhammad didatangi oleh dua orang malaikat yang muncul sebagai lelaki yang
berpakaian putih. Mereka bertanggungjawab untuk membedah Muhammad. Pada ketika
itu, Halimah dan suaminya tidak menyadari hal tersebut. Hanya anak mereka yang
sebaya menyaksikan kedatangan kedua malaikat tersebut lalu mengabarkan kepada Halimah.
Halimah lantas memeriksa keadaan Muhammad, namun tak ada tanda-tanda keanehan
yang ditemuinya.
Muhammad tinggal di
pedalaman bersama keluarga Halimah selama lima tahun. Selama itu Muhammad
mendapat kasih sayang, kebebasan jiwa dan penjagaan yang baik dari Halimah dan
keluarganya. Sesudah itu dibawa pulang kepada Kakeknya Abdul Mutalib di
Mekah. Kakeknya, Abdul Mutallib sangat mencintai Muhammad. Ketika Aminah
membawa anaknya itu ke Madinah untuk bertemu dengan saudara-saudaraya, mereka
ditemani oleh Ummu Aiman, budak suruhan perempuan yang ditinggalkan oleh ayah
Muhammad. Muhammad ditunjukkan tempat wafatnya Abdullah serta tempat dia
dikuburkan.
Sesudah sebulan
mereka berada di Madinah, Aminah pun bersiap sedia untuk pulang semula ke
Mekah. Dia dan rombongannya kembali ke Mekah menaiki dua ekor unta yang memang
dibawa dari Mekah semasa mereka datang dahulu. Namun begitu, ketika mereka
sampai di Abwa, ibunya pula jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia lalu
dikuburkan di situ juga. Muhammad dibawa pulang ke Mekah oleh Ummu Aiman
dengan perasaan yang sangat sedih. Maka jadilah Muhammad sebagai seorang anak
yatim piatu. Tinggallah Muhammad dengan Kakek yang dicintainya dan
saudara-saudara ayahnya.
“Bukankah Dia
mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang bingung lalu Dia memberikan petunjuk” (Surah Ad-Dhuha,
93: 6-7)
Kegembiraannya
bersama Kakek Muhammad tidak bertahan lama. Ketika Muhammad berusia delapan
tahun, Kakeknya meninggal dunia. Kematian Abdul Mutallib menjadi satu
kehilangan besar bagi Bani Hashim. Dia mempunyai keteguhan hati, berwibawa,
pandangan yang luas, terhormat dan berpengaruh dikalangan orang Arab. Beliau
selalu menyediakan makanan dan minuman bagi para tamu yang berziarah dan membantu
penduduk Mekah yang dalam kesulitan. Selepas meninggalnya Abdul Mutallib,
Pamannya Abu Talib mengambil alih tugas ayahnya untuk menjaga anak saudaranya.
Walaupun Abu Talib kurang mampu dibanding saudaranya yang lain, namun dia
mempunyai perasaan yang paling halus dan terhormat di kalangan orang-orang
Quraisy. Abu Talib menyayangi Muhammad seperti dia menyayangi anak-anaknya
sendiri. Dia juga tertarik dengan budi pekerti Muhammad yang mulia.
Ketika Muhammad
mencapai usia remaja dan berkembang menjadi seorang yang dewasa, ia
mulai mempelajari ilmu bela diri (gulat), berkuda dan memanah,
begitupula dengan ilmu untuk menambah keterampilannya dalam perniagaan.
Perdagangan menjadi hal yang umum dilakukan dan dianggap sebagai salah satu
pendapatan yang stabil. Muhammad sering menemani pamannya berdagang ke arah
Utara dan kabar tentang kejujuran dan sifatnya yang dapat dipercaya menyebar
luas dengan cepat, membuatnya banyak dipercaya sebagai agen penjual perantara
barang dagangan penduduk Mekkah.
Pada suatu hari, ketika
mereka berkunjung ke negeri Syam (Kawasan Syria, Lebanon dan Palestina)
untuk berdagang saat Muhammad berusia 12 tahun, mereka bertemu dengan seorang
Pendeta Nasrani, Buhaira (Buheira, Bahira) adalah seorang mantan
Yahudi yang menjadi pendeta Kristen Nestorian yang melihat
tanda-tanda kenabian Muhammad. Ia tinggal di kota Bushra,
Selatan Syam (sekarang Syria). Beliau telah melihat tanda-tanda
kenabian pada diri Muhammad. Lalu Buhaira menasihati Abu Talib supaya tidak
pergi jauh ke daerah Syam karena dikhawatirkan orang-orang Yahudi akan
menyakiti Muhammad seandainya diketahui tanda-tanda tersebut. Abu Talib
menuruti nasihat pendeta tersebut dan dia tidak banyak membawa harta dari
perjalanan tersebut. Dia pulang segera ke Mekah dan mengasuh anak-anaknya.
Muhammad juga telah menjadi bagian dari keluarga tersebut. Muhammad mengikuti
mereka ke pusat perdagangan yang berdekatan dan mendengar sajak-sajak dari para
penyair terkenal dan pidato-pidato oleh penduduk Yahudi yang anti Arab.
Disamping itu Muhammad
juga mendapat tugas sebagai pengembala kambing. Muhammad mengembala kambing
keluarganya dan kambing-kambing penduduk Mekah. Muhammad selalu berfikir dan
merenung tentang kejadian alam semasa menjalankan tugasnya. Oleh sebab itu
Muhammad jauh dari segala pemikiran nafsu manusia dan duniawi. Muhammad
terhindar daripada perbuatan yang sia-sia, sesuai dengan gelaran yang diberikan
yaitu “Al-Amin”.
Ketika Muhammad mulai
menginjak dewasa telah menarik perhatian seseorang yang mendengar tentang kabar
adanya anak muda yang bersifat jujur dan dapat dipercaya (Al-Amin) dalam
berdagang dengan adalah seorang janda yang bernama Khadijah.
Khatijah adalah seseorang yang memiliki status tinggi di kalangan suku
Arab. Sebagai seorang pedagang, ia juga sering mengirim barang dagangan ke
berbagai pelosok daerah di tanah Arab. Reputasi Muhammad membuat Khadijah
memercayakannya untuk mengatur barang dagangan Khadijah, Muhammad dijanjikan
olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan ketika
sekembalinya Muhammad membawakan hasil berdagang yang lebih dari biasanya.
Seiring waktu
akhirnya Muhammad pun jatuh cinta kepada Khadijah, sebuah Kisah Cinta Suci
sepanjang sejarah dan mereka menikah pada saat Muhammad berusia 25 tahun. Saat
itu Khadijah telah berusia mendekati umur 40 tahun, namun ia masih memiliki
kecantikan yang dapat menawan Muhammad. Perbedaan umur yang jauh dan status
janda yang dimiliki oleh Khadijah tidak menjadi halangan bagi mereka, walaupun
pada saat itu suku Quraisy memiliki budaya yang lebih menekankan
kepada perkawinan dengan seorang gadis ketimbang janda. Meskipun kekayaan
mereka semakin bertambah, Muhammad tetap hidup sebagai orang yang sederhana, ia
lebih memilih untuk menggunakan hartanya untuk hal-hal yang lebih penting.
2. MEMPEROLEH GELAR
Ketika Muhammad
berusia 35 tahun, bersama kaum Quraisy, beliau ikut dalam perbaikan Ka’bah.
Pada saat pemimpin-pemimpin suku Quraisy berdebat tentang siapa yang berhak
meletakkan Hajar Aswad, Muhammad dapat menyelesaikan masalah tersebut dan
memberikan penyelesaian adil. Saat itu ia dikenal di kalangan suku-suku Arab
karena sifat-sifatnya yang terpuji. Kaumnya sangat mencintainya, hingga
akhirnya ia memperoleh gelar Al-Amin yang artinya “orang
yang dapat dipercaya“.
Diriwayatkan pula
bahwa Muhammad adalah orang yang percaya sepenuhnya dengan keesaan Tuhan
(Tauhid). Ia hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat tamak,
angkuh dan sombong yang lazim di kalangan bangsa Arab saat itu. Ia dikenal
menyayangi orang-orang miskin, janda-janda tak mampu dan anak-anak yatim
serta berbagi penderitaan dengan berusaha menolong mereka. Ia juga menghindari
semua kejahatan yang sudah membudaya di kalangan bangsa Arab pada masa itu
seperti berjudi, meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan lain-lain,
sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq yang berarti “yang
benar“.
3. TURUNNYA WAHYU
PERTAMA
Pada saat menjelang
usianya yang ke-40, Muhammad sering menyendiri dan tafakur ke Gua Hira’
sebuah gua bukit sekitar 6 km sebelah timur kota Mekah, yang kemudian
dikenal sebagai Jabal An Nur. Ia bisa
berhari-hari bertafakur (merenung) dan mencari ketenangan dan
sikapnya itu dianggap sangat bertentangan dengan kebudayaan Arab pada zaman
tersebut yang senang bergerombol dan berpesta. Dari sini, ia sering merenung
dalam kesunyian, memikirkan nasib umat manusia pada zaman itu secara mendalam,
dan memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.
Muhammad pertama kali
diangkat menjadi Nabi dan Rasul pada malam hari tanggal 17 Ramadhan/ 6
Agustus 611 M, diriwayatkan Malaikat Jibril datang dan
membacakan surah pertama dari Quran yang disampaikan kepada Muhammad,
yaitu surah Al-Alaq. Muhammad diperintahkan untuk
membaca ayat yang telah disampaikan kepadanya, namun ia mengelak
dengan berkata ia tak bisa membaca. Malaikat Jibril sampai mengulangi hingga
tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Malaikat
Jibril kemudian berkata:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu
yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang
Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS Al-Alaq 96: 1-5)
Muhammad berusia 40
tahun 6 bulan dan 8 hari ketika ayat pertama sekaligus pengangkatannya sebagai
rasul disampaikan kepadanya menurut perhitungan tahun Qomariah, atau 39 tahun 3
bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah atau tahun masehi. Setelah
kejadian di Gua Hira tersebut, Muhammad kembali ke rumahnya, Dalam suatu
riwayat beliau merasakan suhu badannya panas dan dingin seperti demam
akibat peristiwa yang baru saja dialaminya dan meminta istrinya Khadijah agar
memberinya selimut. Dalam QS Al Muzzamil ayat 1 Muhammad disebut sebagai Orang
yang berselimut (Al Muzzamil).
Kemudian untuk
menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara
sepupunya yang juga seorang pendeta Nasrani, yaitu Waraqah bin
Naufal. Waraqah banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab
suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun
berkata, bahwa ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian
Waraqah menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril)
telah datang kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka
akan memusuhi dan melawannya. Fakta sejarah mengakui bahwa di antara wanita,
Khodijah adalah wanita yang pertama memeluk Islam, dan pria pertama yang
memeluk Islam adalah ‘Ali bin Abi Thalib, anak pamannya. Muhammad menerima
ayat-ayat Quran secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Ayat-ayat
tersebut diturunkan berdasarkan kejadian faktual yang sedang terjadi, sehingga
hampir setiap ayat Quran turun disertai oleh Asbabun
Nuzul (sebab/kejadian yang mendasari penurunan ayat). Ayat-ayat yang turun
sejauh itu dikumpulkan sebagai Mushaf yang juga dinamakan Al-
Qurʾān (bacaan).
4. DAKWAH SECARA
TERANG-TERANGAN
Selama tiga tahun
pertama sejak pengangkatannya sebagai rasul, Muhammad hanya menyebarkan Islam
secara terbatas di kalangan teman-teman dekat dan kerabatnya, hal ini untuk
mencegah timbulnya reaksi akut dan masif dari kalangan bangsa Arab saat itu
yang sudah sangat terasimilasi budayanya dengan tindakan-tindakan amoral, yang
dalam konteks ini bertentangan dengan apa yang akan dibawa dan ditawarkan oleh
Muhammad. Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran Muhammad pada
masa-masa awal adalah para anggota keluarganya serta golongan masyarakat awam
yang dekat dengannya di kehidupan sehari-hari, antara
lain Khadijah, Ali, Zaid bin Haritsah dan Bilal. Namun
pada awal tahun 613, Setelah turunnya wahyu memerintahkan Muhammad untuk
berdakwah secara terang-terangan, maka Rasulullah pun mula menyebarkan ajaran
Islam secara lebih meluas.
“Maka sampaikanlah olehmu secara
terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari
orang-orang yang musyrik.” (Al-Hijr, 15:94)
Muhammad mengumumkan secara terbuka
agama Islam. Setelah sekian lama banyak tokoh-tokoh bangsa Arab
seperti Abu Bakar, Utsman bin Affan, Zubair bin Al
Awwam, Abdul Rahman bin Auf, Ubaidah bin Harits, Amr bin
Nufail yang kemudian masuk ke agama yang dibawa Muhammad. Kesemua pemeluk
Islam pertama itu disebut dengan As-Sabiqun al-Awwalun atau Yang
pertama-tama. Rasulullah, berbekal kesabaran, keyakinan, kegigihan, dan
keuletan dalam berdakwah terus-menerus dan tidak menghiraukan orang-orang
musrik yang terus menekannya, menghardik dan mengejeknya.
Banyak yang cara yang
dilakukan kaum Quraisy untuk menghentikan dakwah Rasulullah, suatu saat Abu
Thalib sedang duduk bersama keponakannya. Juru bicara rombongan yang mendatangi
rumah Abu Thalib membuka pembicaraan dengan berkata,” Wahai Abu Thalib!
Muhammad mencerai-beraikan barisan kita dan menciptakan perselisihan diantara
kita. Ia merendahkan kita dan mencemooh kita dan berhala kita. Jika ia
melakukan itu karena kemiskinan dan kepapaannya, kami siap menyerahkan harta
berlimpah kepadanya. Jika ia menginginkan kedudukan, kami siap menerimanya
sebagai penguasa kami dan kami akan mengikuti perintahnya. Bila ia sakit dan
membutuhkan pengobatan, kami akan membawakan tabib ahli untuk merawatnya”. Abu
Thalib berpaling kepada Nabi seraya berkata,’”Para sesepuh datang untuk
memintamu berhenti mengkritik berhala supaya mereka pun tidak
mengganggumu.’ Nabi menjawab,” Saya tidak menginginkan apapun dari mereka.
Bertentangan dengan empat tawaran itu, mereka harus menerima satu kata dari
saya, yang dengan itu mereka dapat memerintah bangsa Arab dan menjadikan bangsa
Ajam sebagai pengikut mereka’. Abu Jahal bangkit sambil berkata, “Kami
siap sepuluh kali untuk mendengarnya.” Nabi menjawab,’”Kalian harus
mengakui keesaan Tuhan”. Kata-kata tak terduga dari Nabi ini
laksana air dingin ditumpahkan ke ceret panas. Mereka demikian heran, kecewa,
dan putus asa sehingga serentak mereka berkata,” Haruskah kita mengabaikan 360
Tuhan dan menyembah kepada satu Allah saja?”. Orang Quraisy meninggalkan
rumah Abu Thalib dengan wajah dan mata terbakar kemarahan. Mereka terus
memikirkan cara untuk mencapai tujuan mereka.
Banyak sekali contoh
penganiayaan dan penyiksaan kaum Quraisy, Tiap hari nabi menghadapi
penganiayaan baru. Misalnya, suatu hari Uqbah bin Abi Mu’ith melihat Nabi
bertawaf, lalu menyiksanya. Ia menjerat leher Nabi dengan serbannya dan
menyeret dia ke luar masjid. Beberapa orang datang membebaskan Nabi karena
takut kepada Bani Hasyim. Dan masih banyak lagi. Nabi menyadari dan prihatin
terhadap kondisi kaum Muslim. Kendati dia mendapat dukungan dan lindungan Bani
Hasyim, kebanyakan pengikutnya budak wanita dan pria serta beberapa orang tak
terlindung. Para pemimpin Quraisy menganiaya orang-orang ini terus-menerus ,
para pemimpin terkemuka berbagai suku menyiksa anggota suku mereka sendiri yang
memeluk Islam. Penyiksaan yang dialami hampir seluruh pemeluk Isalam selama
periode ini mendorong lahirnya gagasan untuk berhijrah ke Habsyah (sekarang
Ethiopia). Negus atau raja Habsyah, yang beragama Nasrani memperbolehkan
orang-orang Islam berhijrah ke negaranya dan melindungi mereka dari tekanan
penguasa di Mekkah. Muhammad sendiri, pada tahun 622 hijrah ke
Yatsrib, kota yang berjarak sekitar 200 mil (320 km) di sebelah Utara Mekah.
5. HIJRAH KE MADINAH
Masyarakat Arab dari
berbagai suku setiap tahunnya datang ke Mekah untuk beziarah ke
Baitullah atau Ka’bah, mereka menjalankan
berbagai tradisi keagamaan dalam kunjungan tersebut. Rasulullah
melihat ini sebagai peluang untuk menyebarluskan ajaran Islam. Di antara mereka
yang tertarik dengan ajarannya ialah sekumpulan orang dari Yatsrib. Mereka
menemui Rasulullah dan beberapa orang yang telah terlebih dahulu memeluk Islam
dari Mekkah di suatu tempat bernama Aqabah secara sembunyi-sembunyi.
Setelah menganut Islam, mereka lalu bersumpah untuk melindungi para pemeluk
Islam dan Rasulullah dari kekejaman penduduk Mekkah.
Tahun berikutnya,
sekumpulan masyarakat Islam dari Yatsrib datang lagi ke Mekkah, mereka
menemui Rasulullah di tempat mereka bertemu sebelumnya. Abbas bin Abdul
Muthalib, yaitu pamannya yang saat itu belum menganut Islam, turut hadir dalam
pertemuan tersebut. Mereka mengundang orang-orang Islam Mekkah untuk berhijrah
ke Yastrib disebabkan situasi kota Mekah yang tidak kondusif bagi keamanan para
pemeluk Islam. Rasulullah akhirnya menerima ajakan tersebut dan memutuskan
berhijrah ke Yastrib pada tahun 622 M.
Penduduk Yastrib ‘
yang kemudian berganti menjadi nama Madinah – menyambut kedatangan Rasulullah
dengan meriahnya oleh para penduduk Madinah. Mereka mengucapkan berbagai macam
syair untuk menyambut manusia mulia ini. Disinilah manifestasi sebuah negara
Islam pertama kali didirikan. Muhammad menyusun kekuatannya di Madinah bersama
keluarga dan sahabat setianya yang rela meninggalkan tanah air dan hartanya
untuk Tuhannya, Islam yang masih belia ini menyusun kekuatan untuk menghadapi
kekuatan kaum Quraisy yang setiap saat siap untuk menghancurkan Islam yang
dibangun ini, perang demi perang mulai dari Badar, Uhud, Khandaq, yang disetiap
perang tampillah Al-Washi Muhammad yang selalu menjadi pemberi moral kepada
pasukan untuk menghancurkan kafir Quraisy dengan Iman yang membara.
6. NEGARA ISLAM MADINAH
Penduduk Yastrib ‘ yang
kemudian berganti menjadi nama Madinah – menyambut kedatangan Nabi. Mereka
mengucapkan berbagai macam syair untuk menyambut manusia mulia ini. Disinilah
manifestasi sebuah negara Islam pertama kali didirikan. Muhammad menyusun
kekuatannya di Madinah bersama keluarga dan sahabat setianya yang rela
meninggalkan tanah air dan hartanya untuk Tuhannya, islam yang muda ini
menyusun kekuatan untuk menghadapi kekuatan kaum Quraisy yang setiap saat siap
untuk menghancurkan Islam yang dibangun ini, perang demi perang mulai dari
Badar, Uhud, Khandaq, yang disetiap perang tampillah Al-Washi Muhammad yang
selalu menjadi pemberi moral kepada pasukan untuk menghancurkan kafir Quraisy
dengan Iman yang membara.
Negara Islam yang
baru dibina di Madinah mendapat tentangan daripada kaum Quraisy di Mekah dan
gangguan dari penduduk Yahudi serta kaum bukan Islam yang lain. Namun begitu,
Nabi Muhammad s.a.w berjaya juga menubuhkan sebuah negara Islam yang
mengamalkan sepenuhnya hukum yang berlandaskan syariat Islam. Muhammad dilantik
sebagai ketua agama, tentera dan negara. Semua rakyat mendapat hak yang
saksama. Piagam Madinah yang merupakan sebuah kanun atau perjanjian bertulis
telah dibentuk. Piagam Madinah (Shahifatul Madinah) juga
dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen
yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian
formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Madinah
pada tahun 622. Piagam Madinah ini disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan
utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani
‘Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut
menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim,
kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan Madinah; sehingga membuat
mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut Ummah.
Piagam ini mengandungi beberapa pasal yang melibatkan hubungan antara semua
rakyat termasuk kaum bukan Islam dan merangkum aspek politik, sosial, agama,
ekonomi dan militer.
Islam adalah agama
yang mementingkan kedamaian. Namun begitu, aspek pertahanan amat penting bagi
melindungi agama, masyarakat dan negara. Rasulullah telah menyertai 27 kali
ekspedisi tentera untuk mempertahan dan menegakkan keadilan Islam. Peperangan
yang ditempuhi Muhammad ialah Perang Badar (623 M/2 H), Perang Uhud (624 M/3
H), Perang Khandak (626 M/5 H) dan Perang Tabuk (630 M/9 H). Namun tidak semua
peperangan diakhiri dengan kemenangan.
Pada tahun 625 M/ 4
Hijrah, Perjanjian Hudaibiyah telah dimeterai antara penduduk Islam Madinah dan
kaum Musyrikin Mekah. Maka dengan itu, negara Islam Madinah telah diikrarkan.
Nabi Muhammad SAW juga telah berhasil menguasai kota Mekah pada 630 M/9 H
bersama dengan 10.000 orang para pengikutnya. Perang terakhir yang
disertai oleh Rasulullah ialah Perang Tabuk dan Muhammad dan pengikutnya
berhasil mencapai kemenangan yang gemilang.
Tahun kesebelas
Hijrah, haji pertama Nabi dan kaum Muslimin tanpa ada seorang musrik pun yang
ikut didalamnya, untuk pertama kalinya pula, lebih dari 10.000 orang berkumpul
di Madinah dan sekitarnya, menyertai Nabi melakukan perjalanan ke Mekah, dan ..
sekaligus inilah haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi. Rombongan haji
meninggalkan Madinah tanggal 25 Dzulqa‘idah . Langit, hingga hari itu,
belum pernah menyaksikan pemandangan di muka bumi seperti yang ada pada saat
itu. Lebih dari 100.000 orang, laki-laki dan perempuan ‘ dibawah sengatan
Matahari yang amat terik dan di padang pasir yang sebelumnya tak pernah dikenal
orang ‘ bergerak menuju satu arah. Medan ini merupakan lukisan paling indah
dari satu warna yang menghiasi kehidupan manusia.
Nabi disertai semua
isterinya, menginap satu malam di Dzi Al-Hulaifah, kemudian melakukan Ihram
sepanjang Subuh, dan mulai bergerak… seluruh padang terisi gema suara mereka
yang mengucapkan lafadz talbiyah, “labbaika Allahumma labbaik, labbaika
laa syarika laka labbaika, innal hamada wanni’mata laka wal mulk laa syarika
laka.! Aku memenuhi panggilanMu, ya Allah aku memenuhi panggilanMu. Aku
memenuhi panggilanMu, tiada sekutu bagiMu, aku memenuhi panggilanMu. Sungguh
segala puji dan nikmat adalah milikMu, begitu juga seluruh kerajaan, tiada
sekutu bagiMu”.
Rasulullah juga telah menyampaikan
amanat terakhir pada tahun itu juga.
Amanat yang dimaksud adalah :
“Wahai sekalian manusia, ketahuilah
bahawa Tuhan kamu Maha Esa dan kamu semua adalah daripada satu keturunan iaitu
keturunan Nabi Adam a.s. Semulia-mulia manusia di antara kamu di sisi Allah
s.w.t. ialah orang yang paling bertakwa. Aku telah tinggalkan kepada kamu dua
perkara dan kamu tidak akan sesat selama-lamanya selagi kamu berpegang teguh
dengan dua perkara itu, iaitu kitab Al-Quran dan Sunnah Rasulullah.”
7. WAFATNYA
RASULULLAH
PAGI itu, hari Senin bulan
Rabiul Awal tahun 11 H atau bertepatan dengan tanggal 6 Juni 632 M Rasulullah
dengan suara terbata-bata memberikan petuah: “Wahai umatku, kita semua
ada dalam kekuasaan Allah dan Cinta Kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah hanya
kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, Sunnah dan Al-Qur’an. Barang siapa
yang mencintai Sunnahku berarti mencintai aku, dan kelak orang-orang yang
mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku,”.
Khutbah singkat itu diakhiri dengan
pandangan mata Rasullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar
menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar dadanya naik turun menahan nafas dan
tangisnya. Ustman menghela nafas panjang dan Ali menundukan kepalanya
dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah
tiba “Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati
semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya
di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala
Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari
mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana sepertinya tengah menahan
detik-detik berlalu.
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah
Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring
lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang
menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seseorang yang
berseru mengucapkan salam.
“Assalaamu’alaikum… .Bolehkah saya
masuk ?” tanyanya.
Tapi Fatimah tidak mengijinkannya
masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang
membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang
ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Fatimah.
“Siapakah itu, wahai anakku?”
“Tak tahulah aku ayah, sepertinya baru
sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut. Lalu Rasulullah
menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian
wajahnya seolah hendak dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan
kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. dialah
Malaikat Maut,” kata
Rasulullah. Fatimah pun menahan tangisnya.
Malaikat Maut datang menghampiri, tapi
Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggillah
Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit untuk menyambut ruh kekasih
Allah dan Penghulu dunia ini. (sepertinya Malaikat Jibril Tidak Sanggup melihat
Rasulullah dicabut nyawanya)
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti
dihadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah dibuka, para
malaikat telah menanti Ruhmu, semua pintu Surga terbuka lebar menanti kedatanganmu” kata Jibril.
Tapi itu semua ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh
kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar kabar
ini, Ya Rasulullah?” tanya
Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib
umatku kelak?”
“Jangan khawatir, wahai Rasulullah, aku
pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja,
kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya’,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya
Izrail melakukan tugas. Perlahan Ruh Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh
Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut
ini,” ujar
Rasulullah mengaduh lirih.
Fatimah terpejam, Ali yang di
sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
“Jijikkah engkau melihatku, hingga
kaupalingkan wajahmu, wahai Jibril?” tanya Rasulullah pada malaikat
pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang tega, melihat kekasih
Allah direngut ajal,” kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah
memekik karena sakit yang tak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dahsyat nian maut ini,
timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku.”
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan
dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikan
sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.
“Peliharalah shalat dan santuni
orang-orang lemah diantaramu”
Di luar pintu, tangis mulai terdengar
bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya,
dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii. ummatii. ummatii.”
“Wahai jiwa yang tenang kembalilah
kepada tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, maka masuklah ke dalam
jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam jannah-Ku.”
‘Aisyah ra berkata: ”Maka
jatuhlah tangan Rasulullah, dan kepala beliau menjadi berat di atas dadaku, dan
sungguh aku telah tahu bahwa beliau telah wafat.”
Dia berkata: ”Aku tidak tahu
apa yg harus aku lakukan, tidak ada yg kuperbuat selain keluar dari kamarku
menuju masjid, yg disana ada para sahabat, dan kukatakan:
”Rasulullah telah wafat, Rasulullah
telah wafat, Rasulullah telah wafat.”
Maka mengalirlah tangisan di dalam
masjid, karena beratnya kabar tersebut, ‘Ustman bin Affan seperti anak kecil
menggerakkan tangannya ke kiri dan ke kanan.
Adapun Umar bin Khathab berkata: ”Jika
ada seseorang yang mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
telah meninggal, akan kupotong kepalanya dengan pedangku, beliau hanya pergi
untuk menemui Rabb-Nya sebagaimana Musa pergi untuk menemui Rabb-Nya.”
Adapun orang yg paling tegar adalah Abu
Bakar, dia masuk kepada Rasulullah, memeluk beliau dan berkata: ”Wahai
sahabatku, wahai kekasihku, wahai bapakku.”
Kemudian dia mencium Rasulullah dan
berkata: ”Anda mulia dalam hidup dan dalam keadaan mati.”
Keluarlah Abu Bakar ra menemui
orang-orang dan berkata: ”Barangsiapa menyembah Muhammad, maka Muhammad
sekarang telah wafat, dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya
Allah kekal, hidup, dan tidak akan mati.”
‘Aisyah berkata: “Maka akupun
keluar dan menangis, aku mencari tempat untuk menyendiri dan aku menangis
sendiri.”
Innalillahi wainna ilaihi raji’un, telah berpulang ke
rahmatullah manusia yang paling mulia, manusia yang paling kita cintai pada
saat dhuha ketika memanas di hari Senin 12 Rabiul Awal 11 H tepat pada usia 63
tahun lebih 4 hari. Shalawat dan salam selalu tercurah untuk Nabi tercinta
Rasulullah.
Daftar
Isi
0 komentar:
Posting Komentar