Sabtu, 24 Mei 2014

Information : How To Train Your Dragon 2 (2014)


Hai Sobat Sobat Semua....hari ini aku mau bagi-bagi info tentang film animasi nih......semua sudah pada tau kan fil animasi yang Judulnya How To Train Your Dragon?
Yap....film animasi yang dibuat oleh Dean DeBlois itu sempat menjadi anime terbaik loh....dan sekarang Dean DeBlois kembali lagi nih dengan How To Train Your Dragon season 2 WOW!!!!
Pasti penasaran tentang infonya kan...and sekarang ini dia aku sajikan untuk kalian...selamat membaca ^^

Informasi Review Sinopsis Film How To Train Your Dragon 2 2014 di Bioskop Terbaru - 20th Century Fox segera merilis sequel epic trilogi animasi terbaru "How To Train Your Dragon 2" untuk film 2014. Film Animations Hollywood unggulan tentang penunggang naga misterius ini akan Rilis di Bioskop Internasional bulan Juni 2014 dan Tayang Bioskop Indonesia diperkirakan Juni-Juli 2014.


Buat Anda dan Sobat penggemar film di bioskop yang penasaran dengan Film terbaru ini, langsung aja lihat Sinopsis How To Train Your Dragon 2 2014 Movie Trailer berikut:


# Info How To Train Your Dragon 2 2014:
» Film Rilis: 13 Juni 2014 (USA)
» Tayang Indonesia: Juni-Juli 2014
» Genre: Animation 3D Fantasy Family Sequel
» Director: Dean DeBlois
» Writer: Dean DeBlois
» Production: 20th Century Fox
» Official from: dreamworksanimation.com
» Official site: HowtoTrainYourDragon.com
» Rating: PG
» Cast:
- Jay Baruchel -as- Hiccup (voice)
- Craig Ferguson -as- Gobber (voice)
- America Ferrera -as- Astrid (voice)
- Jonah Hill -as- Snotlout (voice)
- Kristen Wiig -as- Ruffnut (voice)
- T.J. Miller -as- Tuffnut (voice)
Film How To Train Your Dragon 2 2014 di Bioskop

Sinopsis How To Train Your Dragon 2 2014:
» 
Bab kedua yang Mendebarkan dari epik trilogi "How to Train Your Dragon", membawa kita kembali ke dunia fantastis dari Hiccup dan Toothless lima tahun kemudian. Sementara Astrid, Snoutlout dan sisanya dari geng yang menantang satu sama lain untuk ras naga, perjalanan pasangan sekarang dipisahkan melalui langit, memetakan wilayah belum dipetakan dan menjelajahi dunia baru.
Ketika salah satu dari petualangan mereka mengarah pada penemuan rahasia gua es yang merupakan rumah bagi ratusan naga liar baru dan Penunggang Naga misterius, kedua sahabat menemukan diri mereka di tengah pertempuran untuk melindungi perdamaian.

#video How To Train Your Dragon 2 Trailer Youtube 


# Movie Poster #

Sinopsis Film A Birders Guide to Everything Bioskop 2014


Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Kali ini aku  mau membahas tentang dunia perfilman di bioskop di indonesia,dan film yang akan aku review kali ini adalah film bergenre Drama Comedy Adventures yang berjudul A Birders Guide to Everything,film ini mengisahkan tentang sekelompok teman-teman yang msauk dan menghadang di jalan hutan untuk mencari burung yang sangat langka.film iini akan rilis dan tayang di bioskop luar mulai Maret 2014 dan kemungkinan di bioskop indonesia April 2014.jika anda penasaran dengan film terbaru ini,jangan khawatir karena kami akan memberikan informasi seputar sinopsis dan pemain yang ada di Film A Birders Guide to Everything ini......let's see..^^
*Sinopsis Film A Birder’s Guide to Everything
birders_guide_to_everything_xlg

Awal cerita langsung berpusat pada sekelompok teman-teman yang menghadang ke dalam hutan untuk mencari dan menemukan burung yang langka,
David Portnoy adalah bocah 15 tahun yang masuk birding fanatik,dia berpikir bahwa dia telah membuat penemuan terbesar seumur hidup, Jadi pada malam pernikahan ayahnya, Dia lolos pada perjalanan epik dengan teman-temannya terbaik,yang mana untuk memperkuat posisi mereka dalam sejarah birding.

A Birder’s Guide to Everything
-Rilis Indonesia: April Mei 2014
-Rilis Movie: 21 Maret 2014 (Limited)
-Genre: Drama Comedy Adventure
-Writer: Luke Matheny, Rob Meyer
-Director: Rob Meyer
-Companies: Focus World, Screen Media Films
-MPAA Rating: PG-13
-Runtime: 86 minutes

Cast:
-Katie Chang -as- Ellen Reeves
-James LeGros -as- Donald Portnoy
-Ben Kingsley -as- Lawrence Konrad
-Kodi Smit-McPhee -as- David Portnoy




Sinopsis Film Mr.Peabody and Shearman (2014)






Produser : Alex Schwartz, Denise Cascino

Sutradara : Rob Minkoff 

Penulis Naskah : Craig Wright, Michael McCullers

Aktor dan Aktris : Ty Burrell, Max Charles, Stephen Colbert, Allison Janney, Ellie Kemper, Ariel Winter, Stephen Tobolowsky 

Sinopsis Film Mr.Peadoby and Sherman
Film ini bercerita tentang Mr. Peabody adalah seekor anjing yang menjadi penemu, ilmuwan dan dia telah dua kali meraih medali Olimpiade, dengan kata lain dia adalah seekor anjing yang jenius. Mr. Peabody memiliki anak angkat bernama Sherman, mereka berdua memiliki rahasia tentang sebuah penemuan paling canggih yang disebut 'The WABAC Machine'. WABAC adalah sebuah mesin waktu yang dengan cepat membawa seseorang melihat berbagai peristiwa bersejarah sekaligus menemui beberapa tokoh besar sepanjang masa. Suatu ketika seorang gadis bernama Penny Peterson sedang berkunjung kekediaman Mr. Peabody. Sherman yang pada awalnya hanya ingin menunjukkan tentang mesin waktu itu kepada Penny secara tiba-tiba mereka memutuskan untuk pergi ke masa lalu, disaat mereka kembali ternyata mereka berdua telah mengubah sejarah. Pada akhirnya Mr. Peabody, Sherman dan Penny harus kembali ke masa lalu untuk memperbaiki sejarah sekaligus untuk menyelamatkan masa depan, selain itu Mr. Peabody mungkin akan menghadapi tantangan terbesarnya sebagai orang tua.

Jumat, 23 Mei 2014

Suku Sasak


suku budaya indonesia

Asal-usul Etnis Sasak di Pulau Lombok dapat dilacak dari katasasak itu sendiri. Sasak secara etimilogis, menurut Goris S., berasal dari kata sah yang berarti “pergi” dan shaka yang berarti “leluhur”. Dengan begitu, sasak berarti “pergi ke tanah leluhur”. Dari etimologi ini diduga leluhur orang Sasak adalah orang Jawa; ini terbukti pula dari aksara Sasak yang oleh penduduk Lombok disebut “Jejawan”, yakni aksara Jawa, yang selengkapnya diresepsi oleh kesusastraan Sasak.
Suku Sasak adalah kelompok etnik mayoritas di Lombok. Populasi mereka kurang-lebih 90% dari keseluruhan penduduk Lombok. Kelompok-kelompok lain, seperti Bali, Sumbawa, Jawa, Arab, dan Cina, merupakan kelompok pendatang.
Selain beragamnya jumlah etnik, Pulau Lombok juga beragam akan budaya, bahasa, dan agama. Masing-masing kelompok berbicara berdasarkan bahasanya sendiri-sendiri. Orang Sasak, Bugis, dan Arab mayoritas beragama Islam; orang Bali beragama Hindu; dan orang-orang Cina beragama Kristen.
Berdasarkan kebiasaan keagamaan mereka, Sasak bisa dibagi ke dalam Waktu Lima dan Watu Telu. Waktu Lima ditandai dengan ketaatan yang tinggi terhadap ajaran agama Islam, apabila dibandingkan dengan Watu Telu.
Watu Telu adalah orang Sasak yang walau pun mengaku sebagai Muslim, mereka tetap memuja roh para leluhur, berbagai dewa, dan lain-lain dalam lokalitas mereka. Dalam kehidupan sehari-hari mereka, adat cenderung memerankan peran dominan di kalangan komunitas Wetu Telu; dan dalam beberapa hal terdapat praktik yang bertentangan dengan ajaran Islam. Walau mereka sangat menyadari bahwa aturan adat tertentu memang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti memberi penghormatan pada leluhur dan roh nenek moyang, komunitasv Watu Telu memandang bahwa itu semua merupakan bagian dari tradisi keagamaan mereka. Watu Telu tidak menggariskan suatu batas yang jelas antara adat dan agama. Karenanya, adat sangat bercampur dengan agama.
1. Sejarah
Sejarah Lombok tidak lepas dari silih bergantinya penguasaan dan peperangan yang terjadi di dalamnya, baik konflik internal, yaitu peperangan antar kerajaan di Lombok, maupun eksternal, yaitu penguasaan dari kerajaan dari luar Pulau Lombok. Perkembangan era Hindu dan Buddha memunculkan beberapa kerajaan seperti Selaparang dan Bayan. Kerajaan-kerajaan tersebut ditundukkan oleh penguasaan Kerajaan Majapahit dari ekspedisi Gajah Mada pada abad XIII – XIV dan penguasaan Kerajaan Gel-Gel dari Bali pada abad VI. Antara Jawa, Bali, dan Lombok memunyai beberapa kesamaan budaya, seperti dalam hal bahasa dan tulisan, yang jika ditelusuri asal-usulnya banyak berakar dari Hindu Jawa. Hal ini tidak lepas dari pengaruh penguasaan Majapahit yang kemungkinan mengirimkan anggota keluarganya untuk memerintah atau membangun kerajaan bawahan di Lombok.
Sebelum kedatangan pengaruh asing ke Lombok, Boda merupakan kepercayaan asli orang Sasak. Orang Sasak pada waktu itu, yang menganut kepercayaan ini, menyebutnya Sasak Boda. Kendati ada kesamaan bunyi dengan Buddha, agamaBoda tidak sama dengan Buddhisme karena orang Sasak tidak mengakui Sidharta Gautama atau Sang Buddha sebagai figur utama pemujaannya maupun terhadap ajaran pencerahannya. Agama Boda orang Sasak terutama ditandai oleh animisme dan panteisme. Pemujaan dan penyembahan roh-roh leluhur dan berbagai dewa lokal lainnya merupakan fokus utama dari praktik keagamaan Sasak-Boda.
Konversi orang Sasak ke dalam Islam sangat berkaitan erat dengan kenyataan adanya penaklukan dari kekuatan luar. Beberapa kekuatan asing yang menaklukan Lombok selama berabad-abad, sangat menentukan cara orang Sasak menyerap pengaruh-pengaruh luar tersebut.
Kerajaan Majapahit masuk ke Lombok dan memperkenalkan Hindu-Budhisme ke kalangan Sasak. Setelah Majapahit runtuh, pengaruh Islam mulai muncul dan pada saat itu juga mulai masuk ke daerah Lombok, di mana Islam telah menyatu dengan ajaran sufisme Jawa yang penuh mistik. Orang-orang Makassar tiba di Lombok Timur pada abad ke-16 dan berhasil menguasa Selaparang, kerajaan kuno orang Sasak. Orang-orang dari Makassar bisa dikatakan berhasil menyebarkan Islam di Lombok, meski masih tetap tercampurkannya dengan kebudayaan lokal.
Kerajaan Bali dari Karangasem menduduki Lombok Barat sekitar abad ke-I7, dan kemudian mengonsolidasikan kekuasaannya terhadap seluruh Lombok setelah mengalahkan Kerajaan Makassar pada 1740. Pemerintahan Bali memperlihatkan kearifan dan toleransi yang besar terhadap orang Sasak dengan membiarkan mereka mengikuti agama mereka sendiri. Kendati demikian, di bawah pemerintahan Kerajaan Bali yang pagan, kalangan bangsawan Sasak yang telah terislamisasi dan para pemimpin lainnya, seperti Tuan Guru, merasa tertekan dan bergabung bersama-sama untuk memimpin banyak pemberontakan kecil melawan Bali, kendati tidak berhasil. Kekalahan ini mendorong beberapa bangsawan Sasak meminta campur tangan militer Belanda untuk mengusir Kerajaan Bali. Permintaan mereka itu memberikan peluang Belanda untuk masuk ke Lombok untuk memerangi dinasti Bali. Ketika akhirnya Belanda berhasil menaklukkan dan mengusir Bali dari Lombok, alih-alih mengembalikan kekuasaan bangsawan Sasak terhadap Lombok, mereka menjadi penjajah baru terhadap Sasak. Belanda banyak mengambil tanah yang sebelumnya dikuasai oleh Kerajaan Bali, dan memberlakukan pajak tanah yang tinggi terhadap penduduk (Kraan, 1976).
2. Bahasa
Bahasa Sasak, terutama aksaranya, sangat dekat dengan aksara Jawa dan Bali, sama-sama menggunakan sistem aksara Ha Na Ca Ra Ka. Tetapi secara pelafalan, bahasa Sasak lebih dekat dengan Bali. Menurut etnolog yang mengumpulkan semua bahasa di dunia, bahasa Sasak merupakan keluarga dari Austronesian Malayu-Polinesian, campuran Sunda-Sulawesi, dan Bali-Sasak.
Bila diperhatikan secara langsung, bahasa Sasak yang berkembang di Lombok ternyata sangat beragam, baik dialek maupun kosakatanya. Ini sangat unik dan bisa menunjukkan banyaknya pengaruh dalam perkembangannya. Secara umum, bahasa Sasak bisa diklasifikasikan ke dalam: Kuto-Kute (Lombok Utara), Ngeto-Ngete (Lombok Tenggara), Meno-Mene(Lombok Tengah), Ngeno-Ngene (Lombok Tengah), dan Mriak-Mriku (Lombok Selatan).
3. Perkampungan Orang Sasak
Rumah-rumah yang ada di Sasak sangat berbeda dengan orang-orang Bali. Di dataran, rumah orang Sasak cendrung luas dan melintang. Desa-desa di gunung terpencil tertata rapi dan mengikuti perencanaan yang pasti. Di bagian utara, tata ruang desa-desa pegunungan yang ideal terdiri atas dua baris rumah (bale), dengan sederet lumbung padi di satu sisi, dan di antara rumah-rumah ada sederet balai bersisi terbuka (beruga) dibagun diatas enam tiang. Bagunan lain di desa adalah rumah besar (bale bele) milik para pejabat keagamaan, yang konon didiami arwah leluhur yang sakti. Semtara makam leluhur yang sebenarnya merupakan rumah-rumah kayu dan bambu kecil dibangun di atasnya.
Sebenarnya diberbagai bagian Indonesia, rumah Sasak tidak berjendela dan gelap, digunakan terutama untuk memasak, tidur, dan penyimpanan pusaka masyarakat menghabiskan sangat sedikit waktu di dalam rumah sepanjang hari. Balai terbuka menyediakan panggung tempat duduk untuk kegiatan sehari-hari dan hubungan sosial. Balai juga digunakan untuk tidur dan untuk fungsi upacara: jenazah diletakan disini sebelum dipindahkan ke pekuburan.
Di desa-desa bagian selatan, panggung di bawah lumbung padi berperan sama dengan balai, d bagian utara (tidak semua desa di utara memiliki lumbung padi). Ada empat jenis dasar lumbung dengan ukuran yang berbeda-beda. Yang paling besar biasanya miliki orang kaya atau keturunan bangsawan. Semua, kecuali jenis lumbung padi kecil, memiliki panggung di bawah.
a. Lumbung Padi
lumbung padi menjadi cirri pembeda arsitektur suku Sasak. Bangunan itu dinaikan pada tiang-tiang dengan cara khas Austronesia dan memakai atap berbentuk  “topi” yang tidak lazim, ditutup dengan ilalang. Empat tiang besar menyangga tiang balok melintang di bagian atas, tempat kerangka, atap penopang dengan kaso bambu bersandar. Satu-satunya bukaan adalah sebuah lubang persegi kecil yang terletak tinggi di atas ujung sopi-sopi, yang merupakan tempat penyimpanan  padi hasil panen. Piringan kayu yang besar (jelepreng) disusun di atas puncak tiang dasar untuk mencegah hewan pengerat mencapai tempat penyimpanan padi.


Lumbung Padi Suku Sasak
b. Rumah
Tumah orang Sasak, yang berdenah persegi, tidak lazim disbandingkan dengan bentuk arsitektur asli daerah lain dalam hal ini di dalamnya tidak disangga oleh tiang-tiang. Bubungan atap curam dengan atap jerami berketebalan kurang lebih 15 cm, menganjur ke dinding dasar yang menutup panggung setinggi sekitar satu meter setengah terbuat dari campuran lumpur, kotoran kerbau, dan jerami yang permukaannya halus dan dipelitur. Perlu tiga atau empat langkah untuk mencapai ke rumah bagian dalam (dalam bale) di atas panggung ini, yang ditutup dinding anyaman bamboo, dan sering kali dilengkapi dengan daun pintu ganda yang diukir halus. Anak laki-laki tidur di panggung di luar dalam bale; anak perempuan di dalamnya. Rumah bagian dalam berisi tungku di sisi sebelah kanan, dengan rak untuk mengeringkan jagung di atasnya. Di sisi sebelah kiri dibagi untuk kamar tidur bagi para anggota rumah tangga, berisi sebuah rumah tidur dengan rak langit-langit untuk menyimpan benda-benda pusaka dan berharga di atasnya. Bagian ini merupakan tempat untuk melahirkan anak. Kayu bakar disipan di bagian belakang rumah, dibawah panggung.


Rumah Adat Suku Sasak
c. Masjid Wetu Telu
Sebanyak kurang lebih 28.000 orang Sasak taat pada bentuk sinkretis islam yang ditunjukan dalam Wetu Telu, yang menggabungkan hindu dan kepercayaan animisme asli. Masjid Wetu Telu sering dibangun dengan gaya asli dari kayu dan bamboo, serta atap terbuat dari alang-alang atau sirap bamboo. Dengan bentuk denah persegit empat dan atap piramid tumpang yang di sangga dengan empat tiang, apabila diperhatikan maka akan terlihat mirip dengan masjid lama Ternate dan Tidore.
4. Kesenian Tradisional
Hingga saat ini di Lombok yang terkenal suku Sasaknya terdapat berbagai macam budaya daerah, yang merupakan aset daerah yang perlu dilestarikan sebagai peninggalan nenek moyang. Kebudayaan Sasak bukan hanya milik Lombok, melainkan sudah termasuk ke dalam kebudayaan Indonesia. Berikut adalah beberapa kebudayaan yang masih berkembang di suku Sasak.
a. Bau Nyale
Bau Nyale adalah sebuah legenda dan bernilai sakral tinggi bagi suku Sasak. Tradisi ini diawali oleh kisah seorang putri Raja Tonjang Baru yang sangat cantik bernama Putri Mandalika. Karena kecantikannya itu, para putra raja memperebutkan untuk meminangnya. Jika salah satu putra raja ditolak pinangannya, maka akan timbul peperangan. Sang Putri Mandalika mengambil keputusan: pada tanggal 20 bulan kesepuluh ia menceburkan diri ke laut lepas. Dipercaya oleh masyarakat hingga kini bahwa Nyale adalah jelmaan dari Putri Mandalika. Nyale adalah sejenis binatang laut berkembang biak dengan bertelur, perkelaminan antara jantan dan betina. Upacara ini diadakan setahun sekali. Bagi masyarakat Sasak, nyaledipergunakan untuk bermacam-macam keperluan seperti santapan (emping nyale), ditaburkan ke sawah untuk kesuburan padi, lauk-pauk, obat kuat, dan lainnya yang bersifat magis sesuai dengan keyakinan masing-masing. Upacara Rebo Bontong dimaksudkan untuk menolak bala (bencana atau penyakit), dilaksanakan setiap tahun sekali tepat pada hari Rabu minggu terakhir bulan Safar. Menurut kepercayaan masyarakat Sasak, hari Rebo Bontong merupakan puncak terjadi Bala (bencana atau penyakit), sehingga sampai sekarang masih dipercaya untuk memulai suatu pekerjaan tidak diawali pada hariRebo BontongRebo dan Bontong berarti “putus” sehingga bila diberi awalan pe menjadi “pemutus”. Upacara Rebo Bontong ini sampai sekarang masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Pringgabaya.
b. Slober
Kesenian slober alat musik tradisional Lombok yang tergolong cukup tua. Alat-alat musiknya sangat unik dan sederhana yng terbuat dari pelepah enau dengan panjang 1 jengkal dan lebar 3 cm. Kesenian slober didukung juga dengan peralatan yang lainnya yaitu gendang, petuq, rincik, gambus, seruling. Nama slober diambil dari salah seorang warga desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela yang bernama Amaq Asih alias Amaq Slober. Kesenian ini salah satu kesenian yang masih eksis sampai saat ini yang biasanya dimainkan pada setiap bulan purnama.
c. Lomba Memaos
Lomba Memaos atau lomba membaca lontar merupakan lomba menceritakan hikayat kerajaan masa lampau. Satu kelompok pepaos terdiri dari 3-4 orang: satu orang sebagai pembaca, satu orang sebagai pejangga, dan satu orang sebagai pendukung vokal. Tujuan pembacaan cerita ini untuk mengetahui kebudayaan masa lampau dan menanamkan nilai-nilai budaya pada generasi penerus.
d. Periseian
Periseian adalah kesenian beladiri yang sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno di Lombok. Awalnya adalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum berangkat ke medan pertempuran. Pada perkembangannya hingga kini, senjata yang dipakai berupa sebilah rotan dengan lapisan aspal dan pecahan kaca yang dihaluskan, sedangkan perisai (ende) terbuat dari kulit lembu atau kerbau. Setiap pemain atau pepadu dilengkapi dengan ikat kepala dan kain panjang. Kesenian ini tak lepas dari upacara ritual dan musik yang membangkitkan semangat untuk berperang. Pertandingan akan dihentikan jika salah satu pepadu mengeluarkan darah atau dihentikan oleh juri. Walau perkelahian cukup seru bahkan tak jarang terjadi cidera hingga mengucurkan darah di dalam arena., tetapi di luar arena para pepadu menjunjung tinggi sportifitas dan tidak ada dendam di antara mereka. Inilah pepadu Sasak. Festival periseian diadakan setiap tahun di Kabupaten Lombok Timur dan diikuti oleh pepadu sepulau Lombok.
e. Begasingan
Begasingan merupakan salah satu permainan yang memunyai unsur seni dan olahraga, permainan yang tergolong cukup tua di masyarakat Sasak. Begasingan ini berasal dari dua suku kata, yaitu gang dan sing; gang artinya “lokasi”, sing artinya “suara”. Seni tradisional ini mencerminkan nuansa kemasyarakatan yang tetap berpegangan kepada petunjuk dan aturan yang berlaku di tempat permainan itu. Nilai-nilai yang berkembang di dalamnya selalu mengedepankan rasa saling menghormati dan rasa kebersamaan yang cukup kuat serta utuh dalam melaksanakan suatu tujuan di mana selalu menjunjung tinggi nilai-nilai luhur. Permainan ini biasanya dilakukan semua kelompok umur dan jumlah pemain tergantung kesepakatan kedua belah pihak di lapangan.
f. Bebubus Batu
Bebubus Batu masih dilaksanakan di Dusun Batu Pandang, Kecamatan Swela. Bebubus Batu berasal dari kata bubus, yaitu sejenis ramuan obat terbuat dari beras dan dicampur dengan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan, dan batu, yakni batu tempat untuk melaksanakan upacara yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Prosesi acara ini dipimpin oleh pemangku yang diiringi oleh kiai. Penghulu dan seluruh warga dengan menggunakan pakaian adat membawa sesajen (dulang) serta ayam yang akan dipakai untuk melaksanakan upacara. Upacara Bebubus Batu dilaksanakan setiap tahunnya yang dimaksudkan adalah untuk meminta berkah kepada Sang Pencipta.
g. Tandang Mendet
Tandang Mendet merupakan tarian perang. Tari ini telah ada sejak zaman kejayaan Kerajaan Selaparang yang menggambarkan keprajuritan. Tarian ini dimainkan oleh belasan orang yang berpakaian lengkap dengan membawa tombak, tameng, kelewang (pedang bersisi tajam satu), dan diiringi dengan gendang beleq serta syair-syair yang menceritakan tentang keperkasaan dan perjuangan. Tarian ini masih dilaksanakan di Sembalun.
h. Sabuk Belo
Sabuk Belo adalah sabuk yang panjangnya 25 meter dan merupakan warisan turun temurun masyarakat Lombok khususnya yang berada di Lenek Daya. Sabuk Belo biasanya dikeluarkan pada saat peringatan Maulid Bleq bertepatan dengan 12 Rabiul Awal tahun Hijriah. Upacara pengeluaran Sabuk Bleq ini diawali dengan mengusung keliling kampung secara bersama-sama yang diiringi dengan tetabuhan gendang beleq yang dilanjutkan dengan praja mulud dan diakhiri dengan memberi makan kepada berbagai jenis makhluk. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, upacara ini dilakukan sebagai simbol ikatan persaudaraan, persahabatan, persatuan dan gotong royong serta rasa kasih sayang di antara makhluk Tuhan.
i. Gendang Beleq
Gendang Beleq merupakan pertunjukan ensembel di mana alat perkusi gendang besar memainkan peran utamanya. Ada dua buah jenis gendang beleq, yaitu gendang mama (laki-laki) dan gendang nina (perempuan), berfungsi sebagai pembawa dinamika. Sebuah gendang kodeq (gendang kecil), dua buah reog sebagai pembawa melodi (yang satu reog mama, terdiri atas dua nada; dan reog nina, yakni perembak beleq yang berfungsi sebagai alat ritmis), delapan buah perembak kodeq(paling sedikit enam buah dan paling banyak sepuluh, berfungsi sebagai alat ritmis), sebuah petuk sebagai alat ritmis, sebuah gong besar sebagai alat ritmis, sebuah gong penyentak sebagai alat ritmis, sebuah gong oncer sebagai alat ritmis, dan dua buah bendera maerah atau kuning yang disebut lelontek.
Menurut cerita, gendang beleq dulu dimainkan bila ada pesta-pesta kerajaan. Bila terjadi perang berfungsi ia sebagai komandan perang, sedang copek sebagai prajuritnya. Bila datu (raja) ikut berperang, maka payung agung akan digunakan. Sekarang, fungsi payung ini ditiru dalam upacara perkawinan.
Gendang Beleq dapat dimainkan sambil berjalan atau duduk. Komposisi musiknya bila dilakukan dalam keadaan berjalan maka memunyai aturan tertentu; berbeda dengan posisi duduk yang tidak memunyai aturan. Pada waktu dimainkan, pembawa gendang beleq akan memainkannya sambil menari, demikian juga pembawa petukcopek, dan lelontok.
5. Struktur Masyarakat
Masyarakat Sasak dipandang sebagai penduduk asli Pulau Lombok. Mereka mengenal suatu pelapisan atau penggolongan masyarakat. Secara sosial-politik, masyarakat Sasak dapat digolongkan ke dalam dua tingkatan utama, yaitu golongan bangsawan yang lazim disebut perwangsa dan golongan masyarakat kebanyakan yang disebut jajar karang atau bangsa Ama. Golongan perwangsa terbagi atas dua tingkatan, yaitu bangsawan penguasa dan bangsawan rendahan. Para bangsawan penguasa atau perwangsa menggunakan gelar datu. Penyebutan untuk kaum laki-laki golongan ini adalah radendan perempuan bangsawannya dipanggil denda. Jika kelompok raden telah mencapai usia cukup dewasa dan ditunjuk untuk menggantikan kedudukan ayahnya, mereka berhak memakai gelar datu. Perubahan gelar itu dilakukan setelah melalui upacara tertentu.
Bangsawan rendahan atau triwangsa menggunakan gelar lalu untuk para lelaki dan baiq untuk para perempuan. Tingkatan terakhir disebut jajar karang, panggilan untuk laki-laki adalah loq dan perempuannya adalah le. Golongan pertama dan kedua lazim disebut permenak. Sesuai dengan statusnya, golongan permenak di samping lebih tinggi daripada jajar karang,merupakan penguasa sekaligus pemilik sumber daya lahan pertanian yang luas. Ketika dinasti Karangasem Bali berkuasa di Lombok, golongan permenak hanya menduduki jabatan sebagai pembekel di daerah berpenduduk Sasak. Masyarakat Sasak memberikan penghormatan kepada golongan permenak berdasarkan ikatan tradisi turun-temurun dan berdasarkan ikatan budaya Islam. Landasan pelapisan sosial masyarakat Sasak mengikuti garis keturunan lelaki (patrilineal).
Dalam alam kepercayaan, masyarakat Lombok mengenal tiga kelompok agama yang dianut oleh kalangan orang Sasak, yaitu kelompok Boda, Waktu Telu, dan Islam. Kelompok Boda dalam bentuk komunitas kecil berdiam di pegunungan utara dan di jajaran lembah pegunungan selatan Lombok. Kelompok Boda adalah orang-orang Sasak yang dari segi kesukuan, budaya, dan bahasa menganut kepercayaan menyembah berhala. Mereka menyingkir ke daerah pegunungan dalam upaya melepaskan diri atau menghindari islamisasi di Lombok. Nama Waktu Telu diberikan kepada penganut kepercayaan yang beribadah tiga kali pada bulan puasa, yaitu sembahyang magrib, isya, dan subuh. Di luar bulan puasa, mereka dalam seminggu hanya sekali melakukan ibadah, yaitu pada hari Kamis dan Jumat, saat waktu asar. Urusan ibadah salat dan puasa diserahkan kepada pemimpin agama mereka, yaitu para kiai dan penghulu. Pada hari-hari tertentu penduduk memberi sedekah kepada pemimpin agamanya. Mereka hanya menunaikan tugas yang diberikan oleh para kiai. Semua kiaiWaktu Telu tidak melaksanakan zakat dan naik haji. Daerah-daerah penganut Waktu Telu meliputi Bayan dan Tanjung di Lombok Barat, dataran tinggi Sembalun dan Suranadi di Lombok Timur, dan Pujut di Lombok Tengah.
Hubungan kekerabatan masyarakat Sasak walau terkesan bilateral, lebih menganut pola patrilineal. Pola kekerabatan itu disebut Wiring Kadang yang mengatur hak dan kewajiban warga. Unsur-unsur kekerabatan itu meliputi ayah, kakek, saudara laki-laki ayah (paman), anak lelaki saudara lelaki ayah (sepupu), dan anak-anak mereka. Warga kelompok Wiring Kadangmengemban tanggung jawab terhadap masalah keluarga, yang terutama terlihat pada saat persiapan penikahan salah seorang anggota kerabat. Masalah warisan dan pengaturannya menjadi hak mereka. Harta warisan biasanya disebutpustaka yang mengandung nilai-nilai luhur dan berbentuk seperti tanah, rumah, dan benda-benda lainnya yang dianggap keramat. Benda-benda keramat itu, antara lain, berupa pakaian, keris, dan permata. Orang-orang Bali di Lombok juga memiliki pola kekerabatan yang serupa dan disebut purusa. Garis keturunan mereka berdasarkan pada garis ayah. Seperti pada masyarakat Sasak, pola pewarisan mereka disebut pusaka.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kehidupan masyarakat Sasak lebih banyak mengemban kewajiban terhadap kekuasaan kerajaan. Walau di sejumlah desa, seperti Praya dan Sakra, memiliki hak perdikan, yaitu bebas dari pungutan pajak. Namun, kewajiban apati getih, yaitu ikut serta dalam peperangan kerajaan tetap harus dipenuhi. Kerajaan memberikan hak itu berkenaan dengan jasa mereka yang telah membantu dalam memenangkan peperangan. Kehidupan petani pada umumnya selalu berada di bawah “penindasan” para bangsawan dan pejabat kerajaan. Banyak lahan pertanian mereka yang diambil alih oleh raja melalui hak sita komunal sebelumnya. Banyak tanah yang tidak memiliki ahli waris menjadi milik kerajaan. Selain itu, tuntutan kerja wajib menjadikan para bangsawan tidak jarang secara sewenang-wenang mengambil putra-putri mereka untuk menjadi pekerja dan pelayan. Padahal di lahan pertanian para petani sangat membutuhkan tenaga putra-putri mereka. Para petani menjual hasil pertanian kepada para pedagang di bawah syahbandardan sebaliknya mereka memperoleh barang kebutuhan lainnya dari jalur perdagangan itu pula. Kekuasaan kerajaan sangat memengaruhi kehidupan masyarakat perdesaan. (Sumber : www.wacananusantara.org)

Artikel terkait :


Suku Dani


suku budaya indonesia
Suku Dani adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Wamena, Papua, Indonesia.Membentang di antara lekukan-lekukan Pegunungan Tengah Jayawijaya Di lembah inilah, masyarakat Suku Dani hidup harmonis dan menyatu dalam pelukan pegunungan yang mengelilingnya serta alam Papua yang indah menawan.

Kekayaannya yang  mengkhususkan diri untuk menyajikan produk-produk seni dan budayanya. Selain tari perang, budayanya pun   menawarkan 6 acara penting lain yang hampir selalu digelar. Salah satunya adalah pertunjukan Pikon atau musik tradisional yang digelar untuk menghibur seluruh pengunjung. Sedangkan bagi para pemuda, perang suku dianggap sebagai ajang mencari jati diri untuk menjadi manusia sejati, ulet dan bermartabat demi kemajuan wilayahnya, baik sekarang dan masa depan.
Artinya, bila tak ada perang maka jangan harap panen dan ternak babi akan berhasil dan sehat. Kalau sudah begini, mereka pun harus bersiap diri untuk menghadapi musim paceklik. Yang jadi kebanggaan Budaya Suku Dani yaitu terdapatnya Lembah Baliem yang menjadi tempat penyelenggaraan festival budaya tahunan terbesar di tanah Papua ini. Lembah sepanjang 80 km dan lebar 20 km ini masuk dalam peta dunia, yang menyebutkan bahwa terdapat sekelompok suku-suku primitif yang hidup di lembah ini. Selain sebagai ‘rumah’, Lembah Baliem kerap menjadi arena perang oleh suku-suku yang bertikai dan menjadi arena pembantaian mereka yang berperang demi kejayaan suku yang dibanggakannya.
Sumber: sejarahsuku.blogspot.com

Suku Toraja


Suku Toraja

Suku Budaya Indonesia
Suku Toraja yang ada sekarang ini bukanlah suku asli, tapi merupakan suku pendatang. Menurut kepercayaan atau mythos yang sampai saat ini masih dipegang teguh, suku Toraja berasal dari khayangan yang turun pada sebuah pulau Lebukan.
Kemudian secara bergelombang dengan menggunakan perahu mereka datang ke Sulawesi bagian Selatan. Di pulau ini mereka berdiam disekitar danau Tempe dimana mereka mendirikan perkampungan. Perkampungan inilah yang makin lama berkembang menjadi perkampungan Bugis. Diantara orang-orang yang mendiami perkampungan ini ada seorang yang meninggalkan perkampungan dan pergi ke Utara lalu menetap di gunung Kandora, dan di daerah Enrekang. Orang inilah yang dianggap merupakan nenek moyang suku Toraja.
Sistim pemerintahan yang dikenal di Toraja waktu dulu adalah sistim federasi. Daerah Toraja dibagi menjadi 5(lima) daerah yang terdiri atas :
1. M a k a l e
2. Sangala 
3.Rantepao
4. Mengkendek
5. Toraja Barat.
Daerah-daerah Makale, Mengkendek, dan Sangala dipimpin masing-masing oleh seorang bangsawan yang bernama PUANG. Daerah Rantepao dipimpin bangsawan yang bernama PARENGI, sedangkan .daerah Toraja Barat dipimpin bangsawan bernama MA'DIKA.
Didalam menentukan lapisan sosial yang terdapat didalarn masyarakat ada semacam perbedaan yang sangat menyolok antara daerah yang dipimpin oleh PUANG dengan daerah yg dipimpin oleh PARENGI dan MA'DIKA. Pada daerah yang dipimpin oleh PUANG masyarakat biasa tidak akan dapat menjadi PUANG,. sedangkan pada daerah Rantepao dan Toraja Barat masyarakat biasa bisa saja mencapai kedudukan PARENGI atau MA'DIKA kalau dia pandai. Hal inilah mungkin yang menyebabkan daerah Rantepao bisa berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan yang terjadi di Makale.

Kepercayaan.
Di Tana Toraja dikenal pembagian kasta seperti yang terdapat didalam agama Hindu-Bali. Maka mungkin karena itulah sebabnya kepercayaan asli suku Toraja yaitu ALUKTA ditetapkan pemerintah menjadi salah satu sekte dalam agama Hindu Bali. Kasta atau kelas ini dibagi menjadi 4 (empat) :
1. Kasta Tana' Bulaan

2. Kasta Tana' Bassi1. 

3. Kasta Tana’Karurung 

4. Kasta Tana' Kua-kua

Adat Istiadat.

Toraja sangat dikenal dengan upacara adatnya. Didalam menjalankan upacara dikenal 2 ( dua ) macam pembagian yaitu:

Upacara kedukaan disebut Rambu Solok.
Upacara ini meiiputi 7 (tujuh) tahapan, yaitu :
a. Rapasan 
b. Barata Kendek 
c. Todi Balang
d. Todi Rondon.
e. Todi Sangoloi
f. Di Silli
g. Todi Tanaan.

Upacara kegembiraan disebut Rambu Tuka.
Upacara ini juga meliputi 7 (tujuh) tahapan, yaitu
a. Tananan Bua’
b. Tokonan Tedong
c. Batemanurun
d. Surasan Tallang 
e. Remesan Para
f. Tangkean Suru
g. Kapuran Pangugan
Karena mayoritas penduduk Suku Toraja masih memegang teguh kepercayaan nenek moyangnya (60 %) maka adat istiadat yang ada sejak dulu tetap dijalankan sekarang. Hal ini terutama pada adat yang berpokok pangkal dari upacara adat Rambu Tuka’ dan Rambu Solok. Dua pokok inilah yang merangkaikan upacara-upacara adat yang masih dilakukan dan cukup terkenal. Upacara adat itu meliputi persiapan penguburan jenazah yang biasanya diikuti dengan adu ayam, adu kerbau, penyembelihan kerbau dan penyembelihan babi dengan jumlah besar. Upacara ini termasuk dalam Rambu Solok, dimana jenazah yang mau dikubur sudah di simpan lama dan nantinya akan dikuburkan di gunung batu. Akan hal tempat kuburan ini, suku Toraja mempunyai tempat yang khusus., Kebiasaan mengubur mayat di batu sampai kini tetap dilakukan meskipun sudah banyak yang beragama Katholik, Kristen. Hanya yang sudah beragama Islam mengubur mayatnya dalam tanah sebagaimana lazimnya. Seluruh upacara dalam rangkaian penguburan mayat ini memerlukan biaya yang besar. Itu ditanggung oleh yang bersangkutan disamping sumbangan-sumbangan. Besar kecilnya upacara mencerminkan tingkat kekayaan suatu keluarga. Kriterianya diukur dari jumlah babi dan kerbau yang dipotong disamping lamanya upacara. Untuk kaum bangsawan upacara itu sampai sebulan dan hewan yang dipotong mencapai ratusan. Belum lagi biaya (lainnya) yang banyak, sekalipun dirasakan berat tetapi lambat laun dari masalah adat telah berubah menjadi masalah martabat.
Perkembangan Rumah Adat Toraja.
Rumah Adat Suku Toraja mengalami perkembangan terus sampai kepada rumah yang dikenal sekarang ini. Perkembangan itu meliputi penggunaan ruangan, pemakaian bahan, bentuk, sampai cara membangun. Sampai pada keadaannya yang sekarang rumah adat suku Toraja berhenti dalam proses perkembangan. Sekalipun begitu, sejak asalnya rumah adat ini sudah punya ciri yang khas. Ciri ini terjadi karena pengaruh lingkungan hidup dan adat istiadat suku Toraja sendiri. Seperti halnya rumah adat suku-suku lain di Indonesia yang umumnya dibedakan karena bentuk atapnya, rumah adat Toraja inipun mempunyai bentuk atap yang khas. Memang mirip dengan rumah adat suku Batak, tetapi meskipun begitu rumah adat suku 

Toraja tetap memiliki ciri-ciri tersendiri.
1. Pada mulanya rumah yang didirikan masih berupa senacam pondok yang diberi nama Lantang Tolumio. Ini masih berupa atap yang disangga dangan dua tiang + dinding tebing (gambar 1).
2. Bentuk kedua dinamakan Pandoko Dena. Bentuk ini biasa disebut pondok pipit karena letak-nya yang diatas pohon. Pada prinsipnya rumah ini dibuat atas 4 pohon yang berdekatan dan berfungsi sebagai tiang. Hal pemindahan tempat ini mungkin disebabkan adanya gangguan binatang buas (gambar 2) .

3. Perkembangan ketiga ialah ditandai dengan mulainya pemakaian tiang buatan. Bentuk ini memakai 2 tiang yang berupa pohon hidup dan 1 tiang buatan. Mungkin ini disebabkan oleh sukarnya mencari 4 buah pohon yang berdekatan. Bentuk ini disebut Re'neba Longtongapa (gambar 3).

4. Berikutnya adalah rumah panggung yang seluruhnya mempergunakan tiang buatan. Dibawahnya sering digunakan untuk menyimpan padi (paliku), ini bentuk pertama terjadinya lumbung. (gambar 4) .

5. Perkembangan ke~5 masih berupa rumah pangqung sederhana tetapi dengan tiang yang lain. Untuk keamanan hewan yang dikandangkan dikolong rumah itu. tiang-tiang dibuat sedemikian ru pa sehingga cukup aman. Biasanya tiang itu tidak dipasang dalam posisi vertikal tetapi merupakan susunan batang yang disusun secara horisontal (gambar 5).

6. Lama sesudah itu terjadi perobahan yang agak banyak. Perubahan itu sudah meliputi atap, fungsi ruang dan bahan. Dalam periode ini tiang-tiang kembali dipasang vertikal tetapi dengan jumlah yang tertentu. Atap mulai memakai bambu dan bentuknya mulai berexpansi ke depan (menjorok). Tetapi garis teratas dari atap masih datar. Dinding yang dibuat dari papan mulai diukir begitu juga tiang penyangga. Bentuk ini dikenal dengan nama Banua Mellao Langi, (Gambar 6).

7. Berikutnya adalah rumah adat yang dinamakan Banua Bilolong Tedon (Gambar 7). Perkembangan ini terdapat pada Lantai yang mengalami perobahan sesuai fungsinya.

8. Pada periode ini hanya terjadi perkembangan pada lantai dan tangga yang berada di bagian depan (gambar 8).

9. Pada periode ini letak tangga pindah ke bawah serta perubahan permainan lantai (gambar 9)

10. Banua Diposi merupakan nama yang dikenal untuk perkembangan kesembilan ini. Perubahan ini lebih untuk menyempurnakan fungsi lantai (ruang). (gambar 10).

11. Berikutnya adalah perobahan lantai yang menjadi datar dan ruang hanya dibagi dua.
Setelah periode ini perkembangan selanjutnya tidak lagi berdasarkan adat, tetapi lebih banyak karena persoalan kebutuhan
akan ruang dan konstruksi. Bagitu juga dalam penggunaan materi mulai dipakainya bahan produk mutakhir, seperti seng, sirap, paku, dan sebagainya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perkembangan yang terakhir merupakan puncak perkembangan dari rumah adat Toraja.

( berikut adalah contoh-contoh) RUMAH ADAT.

( contoh 1)

Nama Tempat : Garampak
Kampung : Marinding
D e s a : Kandora
Kecamatan : Mengkendek


1. Gambaran Umum.
Di kampung ini terdapat 3 rumah adat, 2 lurnbung dan 1 rumah tinggal biasa. Ketiga rumah adat itu yang satu merupakan rumah lama dan ditinggali oleh penghuninya, yang satu dalam rekonstruksi dan yang sebuah lagi dalam taraf pembangunan. Dalam peninjauan ini lebih dikhususkan pada rumah yang dikonstruksi yang menurut keterangan, dibuat kira-kira 100 tahun yang lalu.


2. Tata Letak.
Semua rumah mnghadap ke Utara, karena ada kepercayaan bahwa Utara merupakan lambang kehidupan. Sedang arah Selatan darimana timbul kehidupan (kelahiran) merupakan tujuan kemana setiap insan akan pergi (kenatian). Letak lumbung di karnpung ini tidak dapat tepat di depan rumah, lebih tepatnya agak disamping.


3. Perencanaan.
Direncanakan oleh tukang-tukang dan keluarga yang akan menempati rumah dengan dibantu beberapa tukang ukir. Cara pelaksanaan dengan sistim gotong-royong rakyat setempat.


a. Pembagian ruangan.
Ruangan rumah dibagi atas tiga bagian, dengan urutan dari Utara ke Selatan.
Ruang I : SALI, teimpat duduk, ruang tamu, entrance, dapur, termpat tidur anak,
Ruang II : INAN TENGA (SALI TENGA) , tempat tidur orang tua, ruang makan.
Ruang III: SUMBUNG, tempat tidur orang tua (nenek) dan orang-orang terhormat.


b. Ruangan-ruangan terletak dibagian atas rumah (panggung). Sedang dibagian bawah (kolong) dengan tiang-tiang merupakan kandang kerbau. Kandang babi terbuat terpisah dari rumah adat.
c. Fasilitas kamar mandi dan WC tidak ada, begitu juga dengan tempat cuci. Untuk keperluan ini penghuni harus pergi ke sungai terdekat.
d. Tangga masuk pada rumah adat ini banyak nengalami perubahan mulai letak di depan di kolong, sampai di samping. Pada rumah adat di desa ini tangganya berada di depan.

4. Struktur.
Struktur rumah terbuat dari kayu, keseluruhan elemennya saling kait mengkait sehingga menjadi kesatuan yang kaku dan berdiri diatas tiang-tiang. Tiang menumpu pada pondasi-yang berupa sebuah batu alam sebagai tumpuan tiang.
Konstruksi bangunan ini adalah tahan gempa & angin dalam arti kata tidak runtuh. Sebab seluruh bagian merupakan satu kesatuan yang diletakkan diatas batu begitu saja.
Untuk bangunan yang ditinjau ini tiangnya 9 buah termasuk Tulak Somba. Selebihnya adalah tiang pembantu yang dihubungkan dengan kasta-kasta ( menggambarkan struktur sosial Tana Toraja) Adapun stratifikasi sosial Tana Toraja yang berhubungan dengan rumah adat ialah :
- Tana Bulaan ( bulaan = emas ) jumlah tiang rumah 29 buah
- Tana Besi Jumlah tiang rumah 27 buah
- Tana Karuru ( Karuru = ijuk ) jumlah tiang rumah 25 buah
- Tana Kua-Kua ( Kua = tebu ) jumlah tiang rumah 23 buah.

5. Konstruksi.
a. materi bangunan.
hampir keseluruhan menggunakan bahan kayu. dimulai dari balok tiang, papan untuk dinding dan lantai. Untuk alas runah (pondasi) digunakan batu.
Jenis kayu yang digunakan tergantung dari persediaan. Jenis itu umumnya kayu Bunga, kayu Buangin (cemara) , kayu Kalapi/ Nangka, Cendana, kayu Beringin.

b. cara penyambungan
Untuk atap menggunakan sistim ikat (dengan rotan) dan jepit. Untuk balok-balokbanyak menggunakan sistim pen.

c. Atap.
Bahan dari bambu yang dibelah dan dirangkai menjadi bidang-bidang. Pengikat menggunakan rotan dan diantara lapisan bambu diberi ijuk. Untuk hubungan dipakai bambu belah-belah.


d. Dinding.
Menggunakan bahan papan yang biasa.nya penyelesaiannya diukir dibagian luarnya.

e. Tiang.
Dari balok yang raasih berupa pohon yang hanya diperhalus sedikit, lalu ditaruh begitu saja diatas batu.
f. Penyelesaian.
Untuk ukir-ukiran dicat yang dipakai ialah tanah merah + tuak, arang + cuka + air.
g. Lantai.
Dari papan, balok kecil yang dipasang saling bersilangan ditambah anyaman kayu.
h. Cara pembuatan.
Untuk mengukur kedataran (rata) dipakai perkiraan sejajar permukaan air. Untuk mengukur arah tegak dipergunakan pertolongan tali.
6. Kandang babi.
Bangunan sederhana dengan konstruksi bambu.
7. Lumbung.

Konstruksi sama dengan rumah, tapi strukturnya berbeda dan lebih sederhana. Jumlah tiang lebih sedikit dan tidak memakai tulak somba. Tiang biasanya berjumlah 4 atau 6 buah.

8. Ornamen/Hiasan bangunan.
Ornamen (hiasan bangunan) yang terdapat pada rumah-rumah adat sebagian besar mempunyai arti. Arti ini biasanya berhubungan dengan adat istiadat yang masih diipertahankan. Disamping itu ada pula yang hanya merupakan hiasan saja, misalnya :
Sumbang dan Katombe yang merupakan sirip-sirip kayu berukir pada tiap-tiap sudut rumah adat.
Ornamen (hiasan) ini dibagi dalam beberapa macam ornamen, masing-masing ialah :
a. Ornamen binatang
Kerbau, sebagai binatang yang sering disembelih dalam upacara-upacara, bagian- bagian badannya banyak dipergunakan untuk ornamen. Misalnya tanduk, kepala ( tiruannya). Selain itu motif kerbau juga ada dalam ukiran di dinding papan rumah adat. Kepala kerbau ( tiruan dari kayu ) biasanya dipasang pada ujung-ujung balok lantai bagian depan (pata sere).
Tanduk kerbau disusun pada tiang yang utama (tulak- sonba) artinya menyatakan jumlah generasi yang pernah tinggal di rumah adat itu.
Ayam jantan, sebagai lambang Kasta Tana’ Bulaan (kasatria) diukirkan pada bagian depan/belakang rumah, juga dipintu-pintu.

Babi, sebagai lambang binatang sajian.
b. Ornamen Senjata.
Keris dan pedang, diukirkan sebagai lambang Kasta Tana Bulaan (kasatria).
c. Ornamen Tumbuh-tumbuhan.
Daun Sirih, bunga, diukirkan pada tiang utama tulak somba, rinding (dinding), langit-langit lumbung sebagai ruang tamu, juga di pintu-pintu.
Ornamen ukiran kayunya menggunakan kayu URU. Ornamen ini diukir dulu baru dipasang di tempat. Penyelesaian ukiran biasanya dengan zat pewarna yang dibikin dari tanah +tuak atau arang + cuka + air.


( contoh 2)


Nama desa: Sarira
Kecamatan: Makale
Kabupaten: Tana Toraja

Pembahasan Umum :
Di desa ini, seperti juga kebanyakan di tempat lain di Tana Toraja, banyak menggunakan kayu URU. Adapun alasannya antara lain : relatif tahan lama, mudah didapat di tempat tersebut, cukup mudah untuk diukir.
Di desa ini terdapat rumah adat yang dalam proses penggantian atap dari atap bambu menjadi atap seng.Penggantian ini disebabkan atap yang lama sudah busuk (rusak) atau bocor. Penggunaan materi seng adalah gejala masuknya hasil teknologi modern yang terlihat nyata. Dengan materi ini pula bersamaan masuknya beberapa alat modern pada rumah adat itu. Misalnya mulainya penggunaan paku dan sebagainya. Begitu juga dengan sendirinya konstruksi atap mengalami perubahan yang cukup banyak, sekalipun tidak prinsipil. Banyak alasan tentang penggunaan materi seng ini yang pada dasarnya bersifat praktis, seperti :
- lebih cepat dalam pembangunannya
- lebih murah, karena menggunakan jumlah kayu lebih sedikit (ekonomis)
Disamping alasan-alasan praktis itu sebenarnya tidak disadari akibat yang timbul karenanya. Salah satu efek negatifnya ialah expresi tradisionilnya hilang. Sebab atap yang merupakan hampir setengah bagian bangunan, mempunyai permukaan bidang yang cukup besar. Kalau ditinjau dari segi kekuatan bambulah yang lebih kuat. Karena bambu dapat tahan kira2 sarapai 40 tahun. Relatif cukup lama dibandingkan seng, sebab dalam prakteknya bambu ini ditumbuhi tumbuh2-an yang melindungi dari sinar matahari atau hujan.

( contoh 3)
Nama tempat :halaman Teuru
Kampung :Berurung
Desa :Sesean Mataallo
Kecamatan :Sesean
Kabupaten :Tana Toraja
1. Pembahasan Umum.
Menurut keterangan penduduk setempat rumah-rumah adat di kampung ini sudah berusia kira-kira 50 tahun. Ada rumah yang sudah diganti atapnya sekalipun menggantinya dengan bambu juga. Tetapi satu hal yang menyolok dikampung ini ialah dibangunnya dapur disamping rumah adat yang berbentuk model rumah Bugis. Bangunan induk mulai dibuat jendela-jendela kaca untuk mendapatkan sinar lebih banyak. Satu lagi efek tak menguntungkan terhadap kepribadian rumah adat Tana Toraja.
Tiap rumah di kampung ini ditinggali oleh satu keluarga. Urutannya dimulai dibagian Timur untuk Bapak & Ibu berikutnya mengikuti ketinggian tanah adalah rumah-rumah untuk anak.
Seperti di tempat lain di Toraja, di desa inipun lumbung merupakan lambang kekayaan. Semakin banyak jumlah lumbung semakin kaya penghuninya.


(contoh 4)
Nama Kampung : Tondok batu
Desa : Tondon
Kecamatan : Sanggalangi
Kabupaten : Tana Toraja
Kampung Tondon Batu terletak di desa Tondon yang lokasinya berada di bagian Timur Kota Rantepao. Kampung ini merupakan kelompok rumah-rumah adat yang tidak besar, karena di sini hanya terdapat 4 tongkonan (rumah adat).
Sekalipun begitu satu keistimewaan rumah adat di kampung ini ialah adanya rumah adat yang berumur kira-kira 200 tahun dan sudah berganti atap sampai 3 kali. Dalam waktu yang sekian lama rumah adat itu masih berdiri dengan baik, artinya masih berfungsi sebagai tempat tinggal, Disamping itu di kampung ini terlihat adanya pengaruh bentuk runah Bugis. Juga mengenai bentuk lumbung-lumhung disini umumnya mempunyai panjang tiang yang lain, yang lebih panjang. Jadi secara tampak, lumbung-lumbung itu terlihat lebih tinggi daripada yang umumnya ada.
( contoh 5)
Nama kampung : Kondok
Nama Desa : Tondon
Kecamatan : Sangalangi
Kabupaten : Tana Toraja

Pembahasan Umum
Kampung Kondok letaknya tidak begitu jauh, masih di Kecamatan Sanggalangi juga Kampung ini sebenarnya tidak begitu besar karena jumlah penghuninya hany 4 keluarga. Dalam peninjauan ke kampung ini lebih ditekankan kepada penelitian konstruksinya, Sebab kebetulan sedang ada penggantian atap & lantai. Biasanya dalam penggantian atap ini selain lantai diikuti juga dengan penggantian dinding (ukiran). Hanya tiang-tiang yang utama yang tetap tidak diganti.

Dalam peninjauan ke kampung ini sempat ditanyakan sekitar harga rumah. Sekalipun patokannya bukan uang, tapi jika dikalkulasikan harganya cukup mahal juga. Seperti misalnya:
- penggergajian kayu upahnya 3 (tiga) kerbau
- mendirikan upahnya 4 (empat) kerbau
- mengukir 1 (satu) kerbau
- finishing 100 (seratus) babi.

Harga-harga ini belum termasuk harga dari pembelian kayu sendiri, yang dinilai cukup mahal. Tetapi biasanya untuk kayu ini mereka ambil dari kebun sendiri.
(contoh 7)
Nama Kampung Kampung Kecamatan Kabupaten
Pembahasan Umum.
Nama kampung : Marante
Nama Desa : Tondon
Kecamatan : Sanggalangi
Kabupaten : Tana Toraja
Kampung Marante terletak di bagian Utara dari Kabupaten Tana Toraja. Letak Kampung ini agak masuk kira-kira 50 meter dari jalan raya. Merupakan satu kelompok rumah adat Toraja yang cukup besar. Dibagian belakang kelompok ini terdapat kelompok kecil yang merupakan perkembangan dari kelompok kampung Marante.
Di dalam kelompok rumah-rumah adat di kampung ini terdapat juga 2(dua) rumah model Bugis yang letaknya terselip diantaranya. Kedua rumah Bugis ini rupanya dibangun paling belakangan dengan pertimbangan hal yang lebih fungsionil. Dilihat dari segi kesehatan rumah Bugis ini lebih baik, karena banyak mempunyai lubang untuk jendela. Sehingga memungkinkan adanya sinar masuk dan ventilasi udara.
Seperti di tempat lain di kampung Marante inipun letak lumbung berhadapan dengan rumah-rumah adat. Jadi biasanya jumlah rumah sama dengan jumlah lumbung.
Adapun jumlah rumah ada : 7 (tujuh) buah, jumlah lumbung : 9 (sembilan), jumlah rumah Bugis 2 (dua), jumlah kandang babi : 7 (tujuh) buah, jumlah dapur : 5(lima). Jumlah dapur ini yang 2 masing-masing menempel pada rumah Bugis sedang yang 3 menempel pada rumah adat. Kandang babi umumnya terletak dibagian belakang dari rumah adat.

(Contoh 8)
Nama Kampung :Palawa
Nama Desa :Pangli Palawa :Sesean
Kabupaten :Tana Toraja

Pembahasan Umum
Letak Kampung ini berada disebelah Utara kota Rentepao, Lokasi perkampungannya cukup jauh dari jalan raya, kalaupun ada jalan masuk jalan itu sempit dan jelek sekali keadaannya. Pada jalan ini banyak terdapat rumah adat yang dibangun sendiri-sendiri, artinya bukan merupakan satu kelompok. Rumah-rumah ini umumnya dibangun pada waktu belakangan, hal ini terlihat atapnya yang banyak menggunakan seng dan bermoncong tinggi.
Keadaan medan mendekati perkampungan ini agak naik, pada dataran yang tertinggi berkumpullah rumah-rumah adatnya. Seperti semua rumah adat, disinipun menghadap arah Utara. Berhadapan dengan lumbung-lumbung dimana padi disimpan atau sebagai ruang tamu. Hal berhadapan ini menurut keterangan ialah perlambang antara lumbung dan rumah adat sebagai suami dan isteri.
Rumah-rumah adat disini rata-rata masih menggunakan atap bambu. Sekalipun usianya sudah 7 turunan dan mengalami penggantian atap, keadaan rumah adat disini umumnya masih baik. Jumlah rumah adat adalah 9 dan jumlah lumbung 11. Dari junlah ini ada yang bermoncong lebih tinggi, ini merupakan ciri dari rumah adat yang sudah diganti atapnya.
Perkampungan ini cukup bersih menurut ukuran kampong-kampung di Tana Toraja. Karena hal ini mungkin perkampungan ini jadi sering didatangi wisatawan. Akibatnya dari hal itu timbul pedagang-pedagang yang menjual barang souvenir, umumnya mereka penduduk setempat.
Nama Tempat: Kete.
Nama kampung : Bonoran
Nama Desa : Tikun'na Malenong
Kecamatan : Sanggalangi
Kabupaten : Tana Toraja

Pembahasan Umum
Perkampungan Ke'te letaknya relatif dekat dengan kota Rantepao. Perkampungan ini adalah yang paling terkenal dari sekian banyak perkampungan lain yang dibuka untuk wisatawan. Sekalipun bukan merupakan perkampungan yang besar tapi Ke'te nempunyai keistimewaan. Sebab disini terdapat juga kuburan Batu (gunung batu) yang merupakan batas sebelah dari perkampungan ini. Kuburan ini sekaligus manjadi obyek wisata karena kebetulan letaknya cukup dekat. Batas disebelah Utara ialah sawah yang banyak digenangi air, mungkin merangkap sebagai tempat pembuangan air hujan. Keistimewan lain, diperkampungan ini sudah ada air leiding yang belum tercatat dari mana asalnya. Begitu juga riol - riol di depan rumah yang mungkin dimaksudkan untuk saluran air hujan. Itulah sebabnya mungkin Ke'te keadaannya relatif lebih baik dibandingkan perkampungan yang lain di Tana Toraja. Tanah yang becek atau genangan air tidak kita jumpai disini. Kesannya kehidupan diperkampungan ini lebih sehat.
Jumlah rumah adat disini ada 8 (delapan) disaimping terdapat 14 lumbung yang bentuk atau bahannya bermam- macam, Diperkampungan ini juga terdapat lumbung yang dibuat dari bambu baik itu tiang, dinding, sampai atapnya. Menurut keterangan bentuk ini adalah yang pertama kali diciptakan. Disamping itu terdapat bentuk rumah yang meniru rumah bugis meskipun atapnya memakai bambu.Bentuk-bentuk rumah ini biasanya sudah dilengkapi dengan kamar mandi dan WC,bahkan tempat cuci. Karena sudah menjadi tempat yang sering dikunjungi wisatawan di Ke'te dibangun bentuk asal rumah adat suku Toraja (Lantang Talumio dan Pandoko Dena).
Bentuk asal ini dibuat untuk memberikan penerangan tentang asal usul rumah adat Toraja.Perkampungan Ke'te adalah contoh suasana perkampungan yang disesuaikan dengan keinginan wisatawan.Sehingga ada beberapa ciri yang terpaksa dikorbankan, padahal ciri itu merupakan kepribadian rumah adat.  Bentuk asal ini dibuat untuk memberikan penerangan tentang asal usul rumah adat Toraja.Perkampungan Ke'te adalah contoh suasana perkampungan yang disesuaikan dengan keinginan wisatawan.Sehingga ada beberapa ciri yang terpaksa dikorbankan, padahal ciri itu merupakan kepribadian rumah adat.
Sebagaimana diterangkan diatas, di Ke'te ini terdapat lumbung yang keseluruhan konstruksinya menggunakan materi bambu. Ini adalah bentuk pertama lumbung setelah mengalami pemisahan dari rumah induk: (Tongkonan). Adapun urutannya secara teliti adalah sebagai berikut:
1. P a l i k u lumbung yang terletak dibawah rumah adat.
2. Lumbung Bambu terpisah dari rumah adat menggunakan 4 tiang.
3. Lumbung kayu terpisah, bertiang 4 dan tak diukir.
4. Lumbung kayu terpisah, bertiang 4 dan mulai diukir.
5. Lumbung kayu terpisah, bertiang 6 dan merupakan lumbung yang umum dibikin baik yang diukir ataupun yang tidak diukir.
6. Lumbung kayu terpisah, bertiang antara 8 sampai dengan 12, merupakan
lumbung-lumbung yang mengikuti perkembangan.(Sumber : www.wegymantung.multiply.com)